Nelson Mandela dan Presiden Soeharto dalam Perdamaian Dunia

Editor: Koko Triarko

JAKARTA – Dalam rangkaian acara sidang KTT Perdamaian Dunia, para pemimpin dunia sepakat menyerukan komitmen perdamaian dunia di Markas PBB, New York, Amerika Serikat, Senin (24/9), yang kemudian akan berlanjut dengan debat tahunan pada Selasa (25/9). Acara tersebut sekaligus memperingati 100 tahun kelahiran Nelson Mandela.
Nelson Mandela memiliki banyak kenangan bersama Presiden Soeharto. Keduanya saling menghormati, bahkan saling memuji dan saling memberikan penghargaan.
Presiden Soeharto menjuluki Nelson Mandela sebagai “Pendekar Keadilan dan Pembela Kebenaran”. Dan, Nelson Mandela menganugerahkan penghargaan ‘Order of Good Hope’ kepada Presiden Soeharto. Buah perjuangan Mandela juga membuatnya dapat penghargaan nobel perdamaian pada 1993.
Nelson Mandela berkunjung ke Indonesia saat sebagai wakil kongres Nasional Afrika pada 1990, dan disambut oleh Presiden Soeharto. Sebagai cendera mata atas kedatangan Nelson Mandela, pemerintah Indonesia memberikan batik.
Dukungan Indonesia kepada Nelson Mandela dan antiapartheid membuat Mandela tersanjung dan kembali berkunjung ke Indonesia pada 1997. Ketika itu, Mandela sudah menjabat sebagai Presiden Afrika Selatan.
Pada kunjungan kedua ke Indonesia, Presiden Nelson Mandela mengenakan batik sebagai pakaian kenegaraannya, yang pada waktu itu bahkan Presiden Soeharto terkejut, karena beliau sendiri memakai setelan jas lengkap untuk menyambut Mandela.
Nelson Mandela mengenakan batik –Foto: Soeharto.co
Sejak itu, Nelson Mandela selalu mengenakan batik untuk kunjungannya ke berbagai negara. Menurutnya, proses dan pembuatan batik yang rumit  merupakan sebuah hal yang sama dengan bagaimana Mandela berjuang. Bahkan, filosofi pembuatan batik yang memerlukan kesabaran dan keharmonisan merupakan cermin kuat kepribadian Nelson Mandela.
Kedekatan Nelson Mandela dengan Presiden Soeharto, dimulai saat Nelson Mandela bebas dari penjara, pada 8 Maret 1990, Presiden Soeharto mengirim kawat ucapan selamat kepada Nelson Mandela, sehubungan dengan pembebasannya tanpa syarat oleh rezim Pretoria, sebagaimana dilansir dalam http://soeharto.co, mengutip buku “Jejak Langkah Pak Harto 21 Maret 1988 – 11 Maret 1993”, yang ditulis oleh Tim Dokumentasi Presiden RI, Editor: Nazaruddin Sjamsuddin dan diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta Tahun 2003.
Selain menyampaikan salam dan rasa bahagia pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia atas pembebasan­nya, Presiden Soeharto juga menyatakan kekagumannya, dan secara konsisten memberikan dukungan terhadap perjuangan yang adil dari ANC dan mayoritas penduduk Afrika Selatan yang berkulit hitam, untuk mendapat kebebasan penuh dari dominasi kolonial dan penindasan ras.
Kemudian, pada 19 Oktober 1990, Nelson Mandela datang ke Indonesia dan Presiden Soeharto menyambut kedatangan Nelson Mandela dengan sangat istimewa, sebagaimana dilansir dalam http://soeharto.co.
Meski pada waktu itu Mandela bukan seorang presiden atau pun perdana menteri, karena Mandela datang sebagai Wakil Ketua Kongres Nasional Afrika (ANC), tetapi penyambutan Presiden Soeharto yang diberikan kepada Mandela begitu istimewa. Sebab itu, setelah bersalaman, Presiden meminta Nelson Mandela untuk naik ke mimbar upacara, guna menerima penghormatan militer.
Malam harinya, bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharto menganugerahkan Bintang RI Kelas II kepada Nelson Mandela, dalam suatu upacara yang disaksikan oleh pejabat tinggi Indonesia dan korps diplomatik.
Penyematan tanda penghargaan itu dilakukan Presiden atas nama bangsa dan negara, mengingat jasa Mandela dalam memperjuangkan persamaan hak bagi rakyat Afrika Selatan dan rakyat Afrika pada umumnya.
Setelah penyematan bintang tersebut, Mandela mengatakan, bahwa Bintang RI yang diterimanya itu bukan sekadar rasa simpati Presiden dan bangsa Indonesia, melainkan pemacu semangat bangsa.
Afrika tertindas untuk tetap berjuang melawan penindasan itu sendiri. Ia mengaku, bahwa itulah tanda penghormatan tertinggi yang pernah diterima langsung dari tangan seorang kepala negara dan disematkan di dadanya.
Setelah acara penganugerahan tanda kehormatan itu, di tempat yang sama, Presiden Soeharto dan Ibu Tien Soeharto menyelenggarakan jamuan makan malam kenegaraan untuk menghormat kunjungan Nelson Mandela di Indonesia.
Dalam pidato selamat datangnya, Presiden Soeharto mengatakan, bahwa Mandela telah menjadi lambang keberanian dan aspirasi kemanusiaan dari rakyat Afrika Selatan.
“Indonesia dan seluruh dunia memandangnya sebagai tokoh masa depan Afrika Selatan. Keberhasilan rakyat Afrika Selatan dalam perjuangan menghapuskan apartheid serta mewujudkan masyarakat yang demokratis dan non-rasial juga berada di tangan Mandela,“ tegas Presiden Soeharto.
Pada kesempatan itu, Presiden Soeharto menyerukan kepada rezim Pretoria, agar mengambil langkah-Iangkah mendasar yang lebih jauh lagi, dengan mencabut undang-undang darurat, membebaskan semua tahanan politik dan duduk di meja perundingan dengan pemimpin-pemimpin masyarakat kulit hitam, demi masa depan seluruh rakyat Afrika Selatan.
“Pendirian dan keyakinan pemerintah Indonesia, bahwa penerapan sanksi yang menyeluruh terhadap rezim Pretoria sesuai dengan resolusi PBB, akan dapat memaksa Afrika Selatan membuka jalan ke arah terciptanya perdamaian dan penghapusan sistem apartheid,“ tegas  Presiden Soeharto.
Keesokan harinya, pada 20 Oktober 1990, selama hampir dua jam, Presiden Soeharto dan Nelson Mandela mengadakan pembicaraan di Istana Merdeka, sebagaimana dilansir dalam http://soeharto.co
Dalam pembicaraan itu, Presiden Soeharto memberikan penjelasan kepada Neison Mandela, tentang sejarah perjuangan bangsa Indonesia hingga meraih kemerdekaan pada 1945. Selain itu, Presiden Soeharto juga menguraikan tentang sistem pemerintahan, ketatanegaraan dan Dwifungsi ABRI.
Dalam pertemuan ini, Presiden Soeharto memutuskan untuk memberikan bantuan sebesar US$10 juta bagi perjuangan ANC. Dengan demikian, bantuan Indonesia telah berjumlah US$10.750.000,-, sebab tahun sebelumnya Indonesia telah menjanjikan bantuan sebesar US$750.000,- yang akan diserahkan secara bertahap.
Menurut Mandela, dana yang besar itu diperlukan ANC untuk membiayai sektor pendidikan dan biaya pemulangan orang Afrika Selatan dari pengungsian di negara-negara lain.
Lihat juga...