Petani di Utara Kota Bekasi Bergantung pada Tengkulak

Editor: Koko Triarko

BEKASI – Pesatnya pembangunan di Utara Kota Bekasi, ternyata masih menyisakan lahan persawahan seluas 6,5 hektaer. Di lahan itu, setidaknya ada delapan Kepala Keluarga (KK) menggantungkan penghasilannya dari sawah. Tapi, sejak musim kemarau melanda dua bulan terakhir ini, mereka kehilangan penghasilan sama sekali.
Zakirah (30), adalah salah satu petani yang masih tetap bertahan mengelola sawah di atas lahan milik Naga Swalayan, berlokasi di tengah pemukiman elit di Kelurahan Harapan Baru, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi. Dia merupakan generasi kedua, melanjutkan garapan Sang Ayah yang telah berpulang.
Menjadi petani, hal biasa bagi Zakirah. Setidaknya, dia sudah hampir 15 tahun menggarap sawah bersama almarhum ayahnya di Bekasi Utara. Dan, kini dia mengaku hanya menggarap delapan kotak sawah yang disewa dari Naga Swalayan, selaku pemilik lahan. Itu pun dibayar setelah selesai panen dengan biaya sewa Rp200.000  per kotak.
Zakirah, petani sawah sudah 15 tahun bertahan. -Foto: M Amin
“Lahan milik Naga Swalayan ada 6,5 hektare, dan dikelola oleh delapan KK dari kelompok Tani Jaya. Selama ini, kami menggarap lahan itu secara mandiri, tanpa bantuan siapa pun,” jelas pria asal Indramayu, ini.
Bergantung pada ‘tengkulak’, begitulah, cara mereka untuk tetap bertahan. Zakirah, mengaku setiap musim tanam, dipastikan meminjam modal ke tengkulak, dan akan dibayar setelah panen.
“Pinjam satu juta rupiah, saat dibayar harus dilebihkan dua ratus ribu, sistem bunga, dan hasil panen akan dijual ke tengkulak itu, untuk harga biasanya ikut harga pasaran saja,” jelas Zakirah.
Kenapa tidak mengajukan bantuan atau pinjaman kepada Pemerintah? Zakirah spontan mengatakan, jika pemerintah hanya janji saja
“Bosan, Pak. Pemerintah cuma ngomong, doang. Sudah sering dipanggil di Kecamatan, lalu ditanya butuhnya apa. Kami jawab butuh traktor, pupuk dan lainnya, dijanjikan nanti dibantu, tapi nyatanya kosong,” paparnya, mencontohkan janji pemerintah.
Padahal, imbuhnya, masalah utama bagi petani sawah, ada d ipermodalan. Jika modal ada, maka hasilnya akan bagus, karena sawah harus dilakukan perawatan ekstra dari mulai tebar benih, tanam, pupuk dan membersihkan rumput.
Menurutnya, jika sawah dengan luas satu hektare dirawat dengan baik, setidaknya akan keluar gabah delapan ton, lebih. Namun, petani harus bergantung pada harga pasar yang cenderung berubah-ubah.
“Harga bagus, bisa mencapai Rp4.800 per kilogram gabah, tetapi jika anjlok, harga hanya Rp4.200. Apalagi, saat daerah Karawang sedang panen raya, dapat dipastikan harga di Bekasi akan nyungsep,” tuturnya.
Saat ini, dia berharap harga gabah bisa stabil, setidaknya untuk satu kilogram gabah, harganya bisa tembus Rp4.500 per kilogram, sehingga petani sawah akan sedikit leluasa untuk menanam kembali.
“Saat ini, kami dari kelompok Tani Maju, sudah menyebar benih. Dan, kemungkinan bulan depan sudah masuk musim tanam. Berbagai persiapan menyambut musim tanam sudah dikoordinasikan dengan tengkulak untuk ambil pupuk dan keperluan lainnya. Bayarnya pas sudah panen,” pungkas Zakirah.
Lihat juga...