Paska Gempa Sulteng, Warga Desa Salua Khawatirkan Banjir Bandang

Editor: Mahadeva WS

Yohanes menyebut, di Oktober biasanya hujan mulai turun di wilayah tersebut. Hal itulah yang mendorong kemunculan rasa khawatir warga terhadap kemungkinan terjadinya banjir bandang. Kondisi desa yang berada di daerah aliran Sungai Salua, membuat warga khawatir banjir bisa terjadi sewaktu-waktu.

Saat ini disebutnya, warga melakukan ronda dan penjagaan, jika hujan turun malam hari, agar bisa memberitahu warta jika terjadi banjir bandang, untuk meminimalisir kerugian. Kekhawatiran Yohanes bukan tanpa alasan, kerusakan dampak gempa bumi masih belum lepas dari ingatan. Fenomena tanah bergerak atau likuefaksi, membuat wilayah di Kabupaten Sigi tepatnya di Petobo, menghilangkan bangunan dan penghuninya. Termasuk di wilayah Balaroa, Sulawesi Tengah.

Kekhawatiran warga, mendorong masyarakat masih belum berani kembali ke rumah. “Kami khawatir, karena gempa gempa kecil masih terasa, sehingga kami membuat tenda dan juga mengkuatirkan banjir bandang,” terang Yohanes.

Kondisi wilayah Petobo Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah yang hancur akibat fenomena tanah bergerak atau likuefaksi saat dilihat dari udara [Foto: Henk Widi]
Imbas longsor dampak gempa, sejumlah pohon di sepanjang akses Jalan Palu-Kulawi roboh. Ratusan meter kabel milik PLN di sepanjang jalan terputus akibat tertimpa pohon. Imbasnya warga masih mengandalkan listrik tenaga surya, dan lampu tenaga diesel.

Selain di Desa Salua,Kecamatan Kulawi, kondisi belum normal juga dialami oleh warga di Desa Omu Kecamatan Gumbasa. Di desa yang berbatasan dengan Desa Simoro, Desa Tuva, Desa Bangga tersebut, sebagian mengalami kerusakan pada bangunan rumah warga dan sekolah.

Lihat juga...