Petani Melon di Sukoharjo Masih Tergantung Tengkulak

Editor: Koko Triarko

Petani melon Sukoharjo Kardyanto -Foto: Harun Alrosid
SOLO — Petani melon di Kecamatan Polokarto, Sukoharjo, Solo, Jawa Tengah, mengeluhkan masih minimnya distributor yang mampu menampung hasil panen. Sebab, selama ini mereka masih tergantung tengkulak, sehingga harga melon saat panen tidak dapat maksimal. 
Salah satu petani melon, Kardyanto, mengatakan, sebagian besar panen melon petani di wilayahnya dikirim ke Jakarta. Pengiriman melon hasil panen petani ini harus melalui tengkulak, sebelum sampai dikirim ke berbagai kota besar di Indonesia.
“Kendala petani adalah barang melimpah, tapi sulit untuk menjualnya. Selama ini, panen petani masih tergantung dengan tengkulak,” katanya, kepada Cendana News, Senin (29/10/2018).
Nasib petani melon di Sukoharjo kian mengkhawatirkan, saat gempuran melon merebak di pasar lokal. Pasalnya, harga melon saat panen kian terjun, sehingga petani kian dirugikan.
“Bahkan, sudah diberi DP kadang tidak jadi dibeli. Kesulitan kami untuk mencari distributor yang bisa meng-cover hasil panen pertani,”  keluh warga Wonorejo RT 03, Rw 05, Desa Polokerto, itu.
Kardyanto mengaku, sudah berulang kali tanam melon dan hasilnya cukup bagus. Di samping kualitas melon bagus, harga saat panen juga tergolong cukup tinggi.
Jenis melon yang ditaman adalah melon gracia, yang memang lebih sesuai dengan tanam dan kondisi alam di Sukoharjo. Saat panen bagus, satu kilogram melon miliknya mampu tembus Rp5.000 per kilogram.
“Sudah tiga kali tanam melon, alhamdulillah hasilnya bagus. Tapi, yang kesulitanya cari pemodal yang bisa menampung panen melon.  Harga jual kemarin pas bagus, kadang sampai Rp2.500-3.000 per kilogram.  Kalau pengalaman-pengalaman yang lalu, biasanya kalau melon itu kalah harga dengan musim mangga.  Masyarakat banyak yang beralih ke mangga ketimbang melon,” urai dia.
Menggunakan lahan seluas 2.000 meter persegi, Kardiyanto memilih menggunakan bibit melon yang sudah memiliki anti virus. Dirinya juga memilih menggunakan pupuk organik dan kompos dari korotan hewan ternak.
Menurutnya, pupuk kompos sangat bagus untuk bisa memperbaiki kondisi hara dan kandungan tanam menjadi sangat subur.
“Kalau melon action mudah diserang virus dan hama. Karena melon itu musuhnya hanya dua, yakni virus dan jamur. Kalau musin kemarau saat ini, kendalanya hanya air. Itu bisa diantisipasi dengan menyedot dari sumur dalam dengan diesel,” imbuhnya.
Bagi petani melon, modal besar menjadi tantangan tersendiri. Sebab, untuk bisa panen dengan kualitas buah yang bagus, diperlukan perawatan yang rutin, baik pengendalian hama maupun untuk meningkatkan nutrisi pada buah.
Dalam hitung-hitungannya, satu batang pohon melon membutuhkan biaya sekitar Rp6.000. Sementara dengan luas lahan sekitar 2000 meter persegi, biaya yang dibutuhkan rata-rata mencapai Rp24 juta.
“Tapi kalau harganya pas bagus dan panennya juga baik, kita tebas itu bisa dua kali lipat. Untuk bisa penan dengan baik, petani juga harus cermat untuk memantau cuaca serta musim buah secara nasional. Kalau nanti sudah ada yang menampung hasil panen, petani kian lebih tenang,” tandasnya.
Hal serupa dikatakan Sunarto, petani melon di daerah Baki, Sukoharjo. Menurutnya, selain serangan hama dan cuaca, petani melon juga memiliki kendala utama. Yakni ketersediaan pihak yang bisa langsung menerima melon pascapanen.
Adanya panen bagus tanpa diikuti dengan ketersediaan distributor yang baik, juga membuat petani melon, lesu. Sebab, untuk bisa panen maksimal, petani juga harus mengeluarkan modal yang tak sedikit.
“Jadi, petani melon jelas berbeda dengan petani padi atau jagung. Petani melon butuh modal besar, dan jika merugi juga sangat banyak. Beda kalau padi atau jagung, jika gagal panen kerugiaan juga tidak sebanyak petani melon,” katanya.
Lihat juga...