PHK Sakit Berkepanjangan, Menjamin Kepastian Hukum

Editor: Mahadeva WS

JAKARTA – Pemerintah memandang, argumentasi Pemohon yang meminta tafsir Pasal 172, UU No.13/2003, tentang Ketenagakerjaan, terkait alasan PHK sakit berkepanjangan bukanlah persoalan konstitusionalitas norma, yang bertentangan dengan UUD 1945.

Permintaan agar MK menambah frasa, bukti rekam medis dari kedokteran, atau keterangan rumah sakit, agar bisa di-PHK dan mendapat uang pesangon bukan kewenangan MK. “Petitum Permohonan yang intinya menginginkan Pasal 172 UU Ketenagakerjaan direvisi, atau penambahan materi memberi bukti rekam medis dari kedokteran atau keterangan resmi sakit dari rumah sakit, baru bisa mendapat uang pesangon, bukanlah kewenangan MK,” kata Direktur Jenderal Perselisihan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial, Kemenaker, Haiyani Rumondang, yang mewakili pemerintah dalam sidang uji materil UU Ketenagakerjaan, di ruang sidang MK, Jakarta, Kamis (25/10/2018).

Direktur Jenderal Perselisihan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial, Kemenaker, Haiyani Rumondang mewakili pemerintah dalam sidang uji materil UU Ketenagakerjaan di ruang sidang MK – Foto M Hajoran Pulungan

Haiyani menyebut, Pasal 172 UU Ketenagakerjaan, tidak bisa dilihat secara terpisah. Pasal itu tidak bisa diterapkan sebelum diterapkan terlebih dahulu Pasal 153 ayat (1) huruf a UU Ketenagakerjaan, yang berbunyi, pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan pekerja atau buruh berhalangan masuk kerja karena sakit, menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus menerus.

“Sebenarnya, terdapat kewajiban pengusaha melakukan pemeriksaan kesehatan badan, kondisi mental, dan kemampuan fisik dari tenaga kerja, yang bekerja di perusahaan, sesuai dengan Pasal 8 UU No.1/1970, tentang Keselamatan Kerja, sehingga alasan yang digunakan oleh Pemohon menjadi tidak relevan,” tandasnya.

Lihat juga...