Awasi Empat Zona Rawan, Barantan Libatkan TNI-Polri

Ilustrasi wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia - Foto: Dokumentasi CDN

BOGOR — Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian, menghadapi tantangan cukup berat dalam upaya melindungi dan melestarikan kekayaan sumber daya hayati Indonesia, dengan kondisi wilayah kepulauan yang memiliki perairan terbuka.

Sedikitnya ada empat zona rawan yang jadi pengawasan intensif oleh badan penegakan hukum pengkarantinaan tersebut.

“Kami melakukan pemetaan daerah-daerah rawan yang menjadi tempat masuk dan keluarnya lalu lintas barang, dari analisa resiko, ada empat zona rawan yang sudah teridentifikasi,” kata Kepala Barantan, Banun Harpini, di Bogor, Senin (19/11/2018), dalam kegiatan Refleksi Empat Tahun Kinerja Barantan.

Empat zona rawan tersebut pertama yakni pesisir Sumatera, zona rawan kedua ada di Kalimanten, Sulawesi dan sekitarnya, baik darat maupun laut, zona rawan ketiga ada di Nusa Tenggara dan sekitarnya, dan zona rawan keempat ada di Papua perbatasan dan sekitarnya.

Menurut Banun, untuk memperkuat pengawasan di wilayah zona rawan pihaknya tidak bisa sendiri, sehingga melakukan kolaborasi dengan jajaran TNI Angkatan Darat (AD) dan TNI Angkatan Laut (AL) yang telah berlangsung sejak 2016.

“Kami juga sudah bekerja sama selama 10 tahun dengan Kepolisian Republik Indonesia, melakukan kerja sama luar biasa dalam penegakan hukum pengkarantinaan,” katanya.

Berkat kerja sama ini, Barantan bersama TNI AL, TNI AD dan Kepolisian telah melakukan upaya penegakan hukum bersama-sama, baik itu melakukan, pencegahan, penangkapan komoditas pertanian ilegal yang masuk ke Indonesia.

Dia merujuk, pada 2015 terjadi 35 kali penangkapan dengan volume 1.088 ton, 2016 terjadi 102 kali penangkapan dengan volume 2.106 ton, 2017 terjadi penurunan jumlah penangkapan yakni 61 kali, dengan volume 200 ton, Tetapi 2018 terjadi peningkatan yakni sebanyak 216 kali tangkapan dengan volume 8.701 ton.