Catatan Akhir Tahun Sikka, Perdebatan Pengesahan RAPBD 2019 (I)

Editor: Mahadeva

MAUMERE – Rapat paripurna penetapan RAPBD 2019 kabupaten Sikka, diwarnai perdebatan dan tarik ulur, antara pemerintah daerah dalam hal ini Bupati Sikka dan DPRD Sikka. Rapat yang semula dijadwalkan berlangsung Rabu (19/12/2018) belum mencapai titik temu. Rapat paripurna akhirnya ditunda. Tim pemerintah dan DPRD, harus bertolak ke Kupang, konsultasi dengan Biro Hukum Setda NTT.

Rapat konsultasi kedua dilaksanakan pada 24 Desember 2018, di ruang Ketua DPRD Sikka. Rapat tersebut, akhirnya juga tidak menemukan kata sepakat. Dan RAPBD-pun terancam tidak ditetapkan. Apakah yang menjadi permasalahan sehingga penetapan RAPBD kabupaten Sikka sempat terkatung-katung dan menuai banyak polemik di masyarakat?

Bupati Sikka Fransiskus Roberto Diogo. Foto : Ebed de Rosary

Bupati Sikka, Fransiskus Roberto Diogo, pada Kamis (20/12/2018), membeberkan apa yang terjadi. Menurutnya, pangkal permasalahan terletak kepada masalah teknis, soal tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi, bagi anggota DPRD Sikka. Survei harga pasar sudah dilakukan oleh bagian ekonomi Sekretariat Daerah Sikka. Sudah dilakukan beberapa kali survei. Harga sewa rumah termahal di Kabupaten Sikka, pertahun Rp75 juta atau perbulan Rp6,25 juta.

Dengan harga tersebut, rumah yang disewa sudah tergolong rumah mewah. “Pemerintah secara teknis sudah bekerja betul, dan melalui survei harga pasar dan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.18 tahun 2017, tentang keuangan dan administrasi pimpinan dan anggota DPRD. Makanya tunjangan perumahan diusulkan Rp6,25 juta per bulan,” ungkapnya.

Lihat juga...