Jasad Mantan Presiden Bush Disemayamkan di Kapitol
WASHINGTON – Jasad mantan Presiden Amerika Serikat (AS), George H.W. Bush, disemayamkan di Kapitol AS, Washington. Tempat para pelayat, bisa memberikan penghormatan kepada pria yang memimpin negara itu ketika Perang Dingin berakhir.
Dengan tangan di dada, para anggota kabinet Bush, pembuat UU dan Mahmakah Agung, memberikan hormat kepada presiden ke-41 AS tersebut, itu ketika peti mati yang ditutupi bendera memasuki ruang Rotunda Capitol. Keluarga Bush, yang yang dipimpin puteranya dan mantan presiden George W. Bush, menyertai jasad kepala keluarga, yang dibawa pesawat kepresidenan Air Force One dari Texas menuju Pangkalan Gabungan Andrews di luar Washington, dan kemudian melintasi Pennsylvania Avenue menuju Kapitol.
Pemimpin Mayoritas Senat, Mitch McConnell, pejabat pertama yang memberi sambutan di Rotunda. Dalam kesempatan tersebut, Dia melukiskan George H.W. Bush sebagai pelayan rendah hati dan pemimpin yang mempunyai prinsip. “Dia membuat kita terbang tinggi dan menantang kami untuk terbang lebih tinggi lagi, dan ia melakukannya dengan kebaikan hati dan kesopanan dan akan mengejutkan orang ketika bertindak tegas dan merampungkan sesuai ia harapkan,” kata McConnel.
Jasad mantan presiden dari Partai Republik itu, akan disemayamkan di ruang Rotunda hingga Rabu (5/12/2018). Upacara pemakaman kenegaraan dijadwalkan digelar di Katedral Nasional Washington. Para pelayat mulai berbaris di Capitol memberikan penghormatan terakhir kepada Bush, yang wafat di kediamannya di Houston pada Jumat (30/11/2018) malam dalam usia 94 tahun, tepat tujuh bulan setelah kematian istrinya Barbara.
Setelah upacara di Washington, upacara akan diadakan di Houston pada Kamis (6/12/2018), disusul oleh pemakaman di Perpustakaan Kepresidenan Bush di College Station, Texas. Bush telah menjadi wakil presiden dua kali ketika Ronald Reagan dari Partai Republik. Bush terpilih sebagai di 1989 hingga 1993, saat Perang Dingin berakhir, dan juga tentara Presiden Irak Saddam Hussein dikalahkan AS dalam Perang Teluk di 1991. Ia gagal menjadi presiden untuk kedua kali, setelah tidak memenuhi janjinya tidak akan memberlakukan kebijakan pajak baru.