Kasus Perdagangan Satwa Liar Meningkat
Editor: Mahadeva WS
JAKARTA – Kasus perdagangan satwa liar illegal di Indonesia mengalami peningkatan. Di 2015, tercatat ada 105 kasus perdagangan satwa liar ilegal. Jumlahnya meningkat menjadi 120 kasus di 2016, dan menjadi 225 kasus di 2017.
Kasubdit Sumber Daya Genetika Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Dr. Ir. Moh. Haryono, M.Si menyatakan, praktik kejahatan perdagangan satwa liar sudah berkembang. Misalnya penjualan satwa liar dengan sistem online. “Beberapa hari lalu, baru saja kami dari KLHK menemukan penyelundupan burung menggunakan paralon. Jadi burung-burung itu, dimasukkan ke dalam paralon yang kedua sisinya ditutup, dan hanya diberikan lubang yang sangat kecil. Cara mereka terus berkembang, sehingga kita juga harus semakin meningkatkan cara untuk menggagalkannya,” kata Haryono di Seminar Teknologi Genomik dan Forensik Molekular Satwa Liar, Rabu (19/12/2018).
Dari peningkatan metode dan upaya tindak kejahatannya, perlu diikuti peningkatan metode penanganan. Pemanfaatan teknologi analisa berbasis DNA, dipercaya akan mampu membantu pencegahan tindak kejahatan pada satwa liar. Hal tersebut akan semakin optimal, ketika pemerintah mendukung dengan mengeluarkan kebijakan, yang mendukung pencegahan kejahatan pada satwa liar.
“Kebijakan pemerintah harus terus disempurnakan, untuk mencegah punahnya satwa liar di habitat aslinya. Seperti Peraturan nomor 2 tahun 2018, tentang akses dan beneficiary sumber daya genetika spesies liar yang disesuaikan dengan protokol Nagoya tahun 2013,” ujar Haryono lebih lanjut.
Langkah lain, yang dilakukan KLHK adalah, mengajukan perubahan pada UU Karantina, agar ada lokasi untuk KLHK melakukan pengawasan satwa liar di bandara maupun pelabuhan. “Jadi UU Karantina yang sekarang itu belum mengcover yang namanya satwa liar atau tumbuhan liar, belum mengcover ketentuan-ketentuan yang ada di konvensi-konvensi internasional. Apalagi secara genetika. Semoga kedepannya pengawasan kita akan semakin baik,” kata Haryono.