Mery, Belasan Tahun Berdagang Aneka Anyaman di Pasar Alok

Editor: Satmoko Budi Santoso

MAUMERE – Menjadi pedagang dan tekun berjualan selama puluhan tahun, meski untung yang didapat tidak terlalu besar, jarang dilakoni kebanyakan orang. Sebab diperlukan keuletan dan kesabaran.

“Saya mulai berdagang sejak tahun 1991. Awalnya, jualan sembako di Pasar Bongkar Maumere dan tahun 2007 mulai pindah ke Pasar Alok Maumere,” sebut Mery Riwu, Selasa (11/12/2018).

Sejak berjualan di Pasar Alok, Mery banting setir beralih menjadi pedagang aneka anyaman. Dirinya juga menjual berbagai periuk tanah serta alat dapur lainnya berbahan kayu dan tempurung kelapa.

“Saya ambil 3 los di Pasar Alok dengan membayar biaya sewa sehari Rp4 ribu. Selain itu, setiap bulan juga saya membayar pajak Rp15 ribu. Hal ini penting agar sebagai pedagang juga harus taat pajak,” ujarnya.

Tempat berjualan pun berupa los sederhana dengan dialasi kayu atau tripleks. Para pedagang bisa memasang terpal untuk melindungi diri dan barang dagangan mereka dari terik matahari.

“Orang paling banyak membeli Seneng. Untuk diisi berbagai barang perlengkapan yang dibawa saat mengantar belis (mahar). Juga mengisi beras, kopi, gula, kue dan lainnya untuk diantar ke tempat keluarga yang menyelenggarakan pesta,” ungkapnya.

Pembeli Seneng yang terbuat dari anyaman daun lontar atau gebang ini, kata Mery, bukan saja masyarakat Kabupaten Sikka. Tetapi juga wisatawan asing sering membeli.

“Seneng saya jual sesuai ukuran dari yang kecil seharga Rp25 ribu. Sementara berukuran besar di harga Rp100 ribu. Ada juga Laun, Tepa dan Sodu, anyaman lain yang juga dipergunakan untuk perlengkapan saat hantaran adat yang dijual dengan harga sama,” tuturnya.

Lihat juga...