Mery, Belasan Tahun Berdagang Aneka Anyaman di Pasar Alok
Editor: Satmoko Budi Santoso
Saat musim pesta menjelang akhir tahun, banyak pembeli yang datang membeli segala perlengkapan tersebut. Penjual barang kebutuhan pesta ini, di Pasar Alok, hanya 3 orang saja.
“Saya sehari bisa mendapatkan uang Rp100 ribu sampai Rp200 ribu. Kalau hari pasar, setiap Selasa, pemasukan bisa meningkat hingga Rp600 ribu sampai Rp700 ribu. Saya menjual barang-barang ini, sebab risikonya sangat kecil, seperti hancur atau rusak,” ungkapnya.
Meskipun keuntungan yang didapat kecil, Mery mengaku, tidak mempersoalkan. Sebab kondisi Pasar Alok pun kian sepi. Banyak pedagang yang mulai gulung tikar. Dirinya tetap bertahan karena selalu saja ada yang membeli barang dagangannya.
“Banyak penjual sembako dan sayur mayur serta kebutuhan rumah tangga lain yang sudah bangkrut dan tidak sanggup bayar sewa kios. Kondisi Pasar Alok semakin sepi dan ditinggalkan pembeli. Meskipun pemerintah menghapus pemberlakukan biaya masuk dengan menutup portal,” tuturnya.
Semua barang Mery dipesan dari perajin anyaman yang setiap minggu selalu datang ke pasar Alok. Kebanyakan perajin anyaman selain meminta uang, juga meminta bahan baku daun lontar atau gebang.
“Dari hasil berdagang, saya sudah bisa beli sepeda motor serta membayar biaya cicilan. Kami berharap pemerintah bisa memberikan bantuan kepada pedagang agar pedagang tidak meminjam uang dari rentenir dengan bunga 20 persen selama sebulan,” paparnya.
Lusia, salah seorang pedagang yang ditemui sedang membeli Seneng berukuran kecil mengaku, ada saudaranya yang menikah sehingga keluarganya harus membawa hantaran.
“Saya tanya-tanya tetanggga, katanya ada yang jual di Pasar Alok sehingga saya datang membeli di sini. Coba kalau tidak ada yang jual, kita sulit sekali cari orang yang bisa menganyam di Kota Maumere,” ungkapnya.