Presiden Soeharto Menggugah Semangat Tahun Baru

Editor: Mahadeva

Pergantian tahun, bukan hanya penggantian angka tahun semata. Fenomenanya, mesti disikapi lebih bijak. Peristiwa pergantian tahun, yang membedakan kita sebagai manusia dengan makhluk-makhluk lainnya. Manusia diberi akal dan naluri keingintahuan besar, yang membuat kita bisa merenungkan alam semesta di sekitar kita. Seperti di antaranya pola edar tata surya, hingga terciptanya kalender atau almanak. Sehingga, pergantian tahun dari 2018 ke 2019, seharusnya menjadi bahan renungan bersama.

Pada masa pemerintahan Orde Baru, Presiden Soeharto selalu melakukan pidato akhir tahun, yang dapat dijadikan bahan renungan. Terutama mengenai apa, yang telah pemerintah lakukan. Sehingga dapat membantu mewujudkan pembangunan yang lebih baik lagi.

Di 31 Desember 1992, sebagaimana dilansir dalam http://soeharto.co, mengutip buku, Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, Presiden Soeharto menyeru, di tahun-tahun mendatang, harus terus ditingkatkan otonomi, desentralisasi, dekonsentrasi dan deregulasi di berbagai bidang.

“Dalam pelaksanaan pemilihan umum tahun ini, harus dicegah jangan sampai timbul fanatisme golongan dalam bentuk apapun. Fanatisme golongan, akan memecah belah bangsa,” tegas Presiden Soeharto dalam pidato akhir tahunnya di 1992 tersebut.

Dalam kesempatan tersebut diingatkan, rasa persatuan dan kesatuan bangsa, tidak bisa dianggap sebagai barang jadi. Perlu pemupukan secara terus menerus, dengan penuh ketekunan dan tanggung jawab. “Perubahan-perubahan yang dilakukan, tidak membuka celah-celah rawan,” tandas Presiden Soeharto mengingatkan.

Lihat juga...