Pusaka Warisan Leluhur, Penguat Karakter Budaya Bangsa

Editor: Mahadeva WS

Catrini Pratihari Kubontubuh (Foto Akhmad Sekhu)

JAKARTA – Warisan dari leluhur yang bersifat budaya dibawa oleh Gerakan Pusaka Indonesia sebagai pusaka. Pusaka digunakan karena, warisan yang bersifat positiflah yang harus terus menerus dilestarikan.

“Pusaka disini dalam artian, kita coba padankan dengan kata warisan atau heritage, memang mungkin berbeda dengan yang selama ini kita kenal dengan kata warisan. Kata pusaka digunakan, karena menyadari warisan tidak sepenuhnya positif, ada warisan korupsi, atau warisan negatif lainnya yang harus diseleksi,” tandas Aktivis Gerakan Pusaka Indonesia, Catrini Pratihari Kubontubuh, dalam diskusi di Festival Kebudayan 2018.

Pusaka disebutnya, menjadi tinggalan luhur yang harus dipelihara dan diteruskan. Harapannya, bisa menjadi lebih baik lagi dam semakin memberikan manfaat.

Catrini menyebut, Gerakan Pusaka Indonesia terbagi dalam tiga periode. Dekade satu ada di kurun waktu 1990 sampai 2003, ketika awal mula gerakan pusaka Indonesia dimulai. “Dimana di Jogja munculnya Jogja Heritage Sosiaty, kemudian di Sumatera ada juga Sumatera Heritage Sosiaty, dan lain-lain, jadi gerakan-gerakan masyarakat tersebut yang memupuki gerakan pusaka Indonesia,” ujarnya.

Kemudian, Dekade dua, yang terjadi antara 2004 sampai 2013, ketika Indonesia sudah menyadari bahwa kita beragam. “Kita menyebutnya sebagai merayakan keberagaman, itulah gerakan pusaka Indonesia pada dekade kedua,” tandasnya.

Saat ini, Indonesia memasuki Dekade III, dari 2014 sampai 2023. Yaitu dekade, dimana dilakukan pencermatan pusaka itu sebagai modal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Dalam kaitan tersebut kita juga belajar banyak bahwa kita menyadari pusaka kita memang harus kita pertahankan dan kemudian meneruskannya,” tuturnya.

Lihat juga...