Curah Hujan Belum Maksimal, Petani Lamsel Andalkan Cabai Jamu

Editor: Satmoko Budi Santoso

Tanaman cabai jamu diakuinya juga bisa dipanen sepanjang waktu secara bertahap. Sekali proses pemanenan, ia kerap menyimpan terlebih dahulu cabai jamu dalam kondisi kering. Mulyono bahkan kerap menjual cabai jamu ke pengepul dengan cara bertahap mengikuti perkembangan harga.

Dijual dengan harga minimal Rp50.000 sebanyak 50 kilogram saja, Mulyono mengaku, bisa memperoleh hasil penjualan Rp2,5 juta. Bahan pembuatan bumbu serta jamu tersebut diakuinya menjadi sumber penghasilan selain tanaman lain.

Petani penanam cabai jamu lain bernama Sumanto, warga dusun Karanganyar, desa Kelaten, mengaku, awalnya iseng menanam cabai jamu. Penanaman cabai jamu diakuinya dilakukan sejak tahun 2013 lalu bertepatan dengan saat harga cabai rawit dan cabai merah harganya melonjak hingga angka Rp70.000 per kilogram.

Bumbu dapur selanjutnya diganti dengan menggunakan cabai jamu yang memiliki tingkat kepedasan menyerupai cabai tersebut. Selanjutnya tanaman cabai jamu terus dikembangkan dengan harga cukup menjanjikan.

“Selain bisa dipergunakan sebagai bumbu dapur, cabai jamu kerap dicari pembuat jamu tradisional dengan khasiat menghangatkan tubuh,” beber Sumanto.

Tanaman cabai jamu dengan ciri khas merambat seperti tanaman lada, diakui Sumanto ditanam di kebun kakao. Selain merambat pada tanaman kakao, cabai jamu merambat di tanaman petai serta jengkol bahkan durian.

Meski merambat pada tanaman induk cabai jamu diakuinya berbeda dengan benalu sehingga tidak mengganggu pertumbuhan tanaman utama. Selain bisa memanen tanaman utama seperti petai dan jengkol, ia masih bisa memanen cabai jamu secara bertahap dengan ciri khas warna merah siap dipanen.

Lihat juga...