Guru Madrasah di Bekasi Merasa Dianaktirikan
Editor: Satmoko Budi Santoso
BEKASI – Masih minimnya fasilitas dan pengakuan atas keberadaan sekolah madrasah seperti Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di Kota Bekasi, Jawa Barat, menjadi keluhan tersendiri. MAN masih dianggap kasta kedua dari sisi kenyamanan dan pengakuan.
Hal tersebut disebutkan Evi Megawati, utusan dari Persatuan Guru Madrasah Indonesia Kota Bekasi, dalam diskusi publik Perkembangan Sektor Pendidikan Kota Bekasi 2018-2019, yang ditaja Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) dan ICMI Orda Bekasi, Rabu (9/1/2019). Evi berharap, tidak ada istilah anak tiri bagi guru di Kota Bekasi.
“Jangan ada anak tiri di Kota Bekasi. Coba guru Madrasah bisa disamakan dengan guru yang lain,”ujar Evi mengaku sudah dua puluh lima tahun, menjalani profesi sebagai guru madrasah di Kota Bekasi.
Evi mengakui bahwa juga ada perbedaan pendapatan bagi guru, yang menginduk ke dinas pendidikan dengan guru madrasah yang menginduk ke kementerian agama. Guru dari dinas pendidikan mendapat tunjangan Walikota, harusnya guru madrasah bisa menjadi perhatian.

“Jika ingin memperbaiki kualitas pendidikan tentu gurunya harus diperhatikan. Ini tantangan bagi ICMI jika ingin memperbaiki pendidikan,”ujar Evi yang juga menyebut tanpa pendapatan maksimal, guru madrasah terus memberikan pendidikan terbaik bagi anak didik. Apalagi jika kemudian lebih diperhatikan.
Evi berharap, Wali Kota Bekasi dapat membuat kebijakan untuk membantu tunjangan guru madrasah di Kota Bekasi melalui hibah atau lainnya.