KUDUS – Anak putus sekolah di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, masih terjadi, meskipun pemerintah daerah setempat memberlakukan program wajib belajar 12 tahun dengan biaya pendidikan hingga jenjang SMP ditanggung oleh pemerintah alias gratis.
Salah satu anak yang mengalami putus sekolah, yakni Slamet Daryanto (15) warga Desa Pasuruan Lor, Kecamatan Jati, Kudus yang tidak bisa melanjutkan sekolahnya saat d ibangku kelas VIII SMP.
Andri Dwi Astuti (46), orang tua Slamet Daryanto ditemui di rumah kontrakannya di Desa Pasuruan Lor, Kudus, Senin, mengakui, anaknya tidak bisa melanjutkan sekolah sejak ayahnya meninggal pada tahun 2016, menyusul tidak adanya pemasukan penghasilan untuk keluarganya.
“Karena sering telat membayar Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP), akhirnya pada tahun 2017 dia tidak melanjutkan sekolah karena malu,” ujarnya didampingi Slamet Daryanto.
Selama tidak melanjutkan sekolah, kata dia, anak semata wayangnya itu hanya menjadi pengangguran.
Untuk menghindari pergaulan yang tidak benar, akhirnya sejak dua bulan terakhir anaknya itu diminta untuk mencari pekerjaan.
Akhirnya, kata dia, ada tetangganya yang menawarinya menjadi penjual gandos karena tidak membutuhkan lamaran kerja, maupun permodalan.
“Sepanjang mau kerja keras, untuk berjualan gandos tidak sulit,” ujarnya.
Pendapatannya selama sehari berkisar Rp30 ribu hingga Rp40 ribu sesuai omzet penjualannya.
Adapaun penjualannya berlangsung sejak pukul 16.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB.
“Tergantung hasil jualan, jika ramai dapat upah Rp40 ribu, sedangkan saat sepi hanya Rp20 ribu,” ujar Slamet Daryanto.
Hasilnya, kata Slamet, diberikan kepada ibunya untuk memenuhi kebutuhan keluarga karena selain untuk kebutuhan berdua juga ada neneknya yang tinggal di tempat kontrakan yang merupakan gudang bekas tempat usaha.