Peraturan Kemenhub Ini Picu Dampak Buruk Pariwisata

Editor: Satmoko Budi Santoso

PADANG – Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 185 Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri, mengusik Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia (ASITA) Sumatera Barat.

Peraturan itu disebut dapat merugikan pariwisata dan juga ASITA.

Ketua ASITA Sumatera Barat, Ian Hanafiah, mengatakan, peraturan dari Kemenhub itu, dapat memberikan situasi pariwisata yang kurang kondusif. Bahkan, dikhawatirkan wisatawan domestik dapat beralih ke internasional, dan hal itu dapat turut membuat agen perjalanan jadi terancam tutup kantor.

Hal yang membuat dapat berdampak buruk kepada pariwisata, karena akan terjadi pola pikir wisatawan domestik untuk yang sebelumnya mendatangi sejumlah lokasi wisata yang ada di Indonesia, beralih ke luar negeri. Hal itu hanya akan menguntungkan pariwisata luar negeri.

Alasan yang membuat peraturan itu kurang tepat, karena persoalan peraturan Kemenhub tersebut, melihat ke maskapai penerbangan kelompok full service paling banyak 20 kg tanpa dikenakan biaya, kelompok medium service, paling banyak 15 kg tanpa dikenakan biaya, dan kelompok no frills service seperti Lion Air dan Wings Air dapat dikenakan biaya.

“Nah di sini tidak dapat dipungkiri bahwa cukup banyak masyarakat atau wisatawan domestik yang menggunakan maskapai penerbangan kelompok no frills service seperti Lion Air. Kini Lion Air bagasi harus berbayar,” katanya, Rabu (9/1/2019).

Maskapai full service yang dimaksud, seperti PT. Garuda Indonesia dan PT. Batik Air, lalu medium service seperti PT. Trigana Air service, PT. Travel Express, PT.  Sriwijaya Air, PT. NAM Air dan PT. Transnusa Air Service, kemudian no frills service yaitu PT. Lion Air, PT. Wings Air, PT. Indonesia AirAsia, PT. Indonesia AirAsia Extra, PT. Citilink Indonesia dan PT. Asi Pudjiastuti Aviation.

Lihat juga...