Belajar Tari Khas Surakarta di TMII
Editor: Satmoko Budi Santoso
“Jadi, kalau kita pengajarnya bilang ridhong sampur yaitu gerakan dengan memegang selendang. Atau larasawit yaitu gerakan tangan. Otomatis nanti mereka tahu sendiri. Jadi untuk hapalannya lebih gampang,” ujar Fetty.
Tari rantoyo putri ini, jelas dia, berlaku untuk semua penari putri pada awal dasar latihan. Dasar gerakan ini belum masuk ke materi.
Belajar tari klasik gaya Surakarta terbagi dua tingkatan dengan materi berbeda. Pertama tingkat A, adalah materi tari yang diajarkan Golek Seluntang, Golek Sri Rejeki, Golek Manis dan Golek Bondan. Ada pun tingkat B yakni Gamyong, Kukilo, Gambir Anom dan Merak.
Setiap enam bulan sekali diadakah ujian, sebagai penilaian layak tidaknya mereka naik kelas ke tingkat latihan berikutnya. “Saat ujian, mereka tampil dengan riasan dan busana Jawa Tengah, khususnya khas Surakarta,” ujarnya.
Selain tarian klasik gaya Surakarta, juga diajarkan tarian kreasi. Menurutnya, tari kreasi ini sudah garapan atau kolaborasi tapi tetap mengacu gerakan tradisi.
“Tidak hilang dari pakemnya, nilai budaya. Cuma mungkin perbedaannya dari iringan gamelan. Kalau tari tradisi itu lebih lembut, sedangkan kreasi lebih lincah. Kreasi itu sudah kolaborasi,” ungkapnya.
Fetty merasa bangga melihat anak didiknya sangat menjiwai setiap gerak tari yang diajarkannya. Mereka sering tampil di berbagai acara yang digelar TMII. Seperti HUT TMII, karnaval budaya , parade tari daerah dan lainnya.
Mereka juga kerap tampil di mal-mal di Jabodetabek. Pada Juli mendatang, mereka akan tampil menari di Thamrin City.
Fetty berharap, generasi milenial lebih mencintai budaya bangsa, dan turut melestarikan dengan berlatih menari di sanggar-sanggar yang ada di TMII.