Capres Diharapkan Mampu Cerminkan Keberpihakan pada Perekonomian

JAKARTA — Debat calon presiden (capres) sesi kedua pada 17 Februari 2019 diharapkan mampu mencerminkan keberpihakan pasangan calon presiden dan wakil presiden terhadap kepentingan dan perekonomian nasional pada lingkup domestik.

Pengamat ekonomi dari Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategi (Akses) Suroto, mengatakan, debat capres sesi kedua akan mengambil tema yang menarik, yaitu soal energi, pangan, sumber daya alam (SDA), lingkungan hidup, serta infrastruktur.

“Sub-sub tema ini sebetulnya saling terkait dan diharapkan bisa menjadi cerminan sehingga kita akan tahu seperti apa janji atau setidaknya komitmen dari capres kita mendatang untuk menangani persoalan ini,” katanya di Jakarta, Jumat (7/2/2019).

Melalui debat tersebut, masyarakat diharapkan bisa mendapatkan sajian terkait ada tidaknya keberanian pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk memutar arah kebijakannya lebih dominan pada kepentingan domestik.

“Apakah masyarakat banyak menjadi yang utama? Apakah kepentingan domestik menjadi prioritas,” katanya.

Terkait dengan tema debat, Suroto mengutip pernyataan Bung Hatta pada 1951 yang pernah menyatakan secara berulang-ulang seperti sebuah peringatan agar sebaiknya “ekonomi yang ujung jangan dijadikan pangkal dan yang pangkal jangan dijadikan ujung”. “Apa itu ekonomi pangkal dan ekonomi ujung itu?. Ekonomi pangkal adalah ekonomi domestik, terutama pangan dan energi. Sementara itu ekonomi ujung adalah ekonomi ekstraktif atau ekonomi yang terkait dengan sumber daya alam,” katanya.

Menurut Bung Hatta, kata dia, soal ekonomi domestik atau pangan dan energi itu harus yang dijadikan pangkalnya. Kepentingan yang didahulukan ketimbang ekonomi ujung atau komoditas yang tergantung sumber daya alam seperti pertambangan dan perkebunan.

“Kenapa Bung Hatta memberikan peringatan yang berulang-ulang? Sebab beliau sebagai ekonom strukturalis yang jeli tentu paham bahwa kekuatan kemandirian ekonomi suatu bangsa itu sangat tergantung bagaimana ekonomi pangannya dipenuhi terlebih dahulu. Bukan mengobral sumber daya alam kita sehingga kita menjadi berketergantungan pada bangsa lain,” katanya.

Ia pun mengamati sudah lebih dari setengah abad lamanya ekonomi Indonesia bergantung pada konsumsi. Kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) kurang lebih 60-70 persen, sementara apa yang dikonsumsi masyarakatnya termasuk pangan dan energi masih dominan impor.

Lihat juga...