SEBATIK – Dari balik kerimbunan hutan bakau di sekitar Sungai Nyamuk Sebatik, Nunukan, Kalimantan Utara, tampak sebuah kapal menelusuri sungai kecil yang muaranya langsung berhadapan dengan Tawau, Sabah, Malaysia.
Setelah terlihat aman, sejumlah orang tampak membongkar muatan yang jika diamati terlihat jelas adalah barang-barang dari Tawau, di antaranya gas elpiji 12 kilogram.
Mengapa perbedaan gas elpiji buatan dalam negeri dan selundupan begitu ketahuan karena tabung “ges” (istilah lokal) dari Malaysia dicat warna-warni yang mencolok, ada kuning, merah atau biru.
Jalur itu merupakan salah satu yang disebut petugas dari Indonesia sebagai “jalur tikus”.
Jalur tikus yang menghubungkan wilayah Indonesia dengan Malaysia secara ilegal bukan hanya di perairan, tetapi juga di darat.
Hal itu terjadi karena perbatasan Indonesia dengan Malaysia di sana berbatasan langsung darat dan perairan.
Dari luas total Sebatik 433,84 kilometer persegi (Km2), tercatat 246,1 Km2 di Sebatik Selatan adalah milik Indonesia dan 187,23 Km2 di Sebatik Utara milik Malaysia Timur.
Sehingga pulau yang bersejarah karena jadi medan pertempuran Indonesia dengan Malaysia era konfrontasi awal 1960-an itu disebut sebagai “satu pulau dua tuan”.
Disebut jalur tikus karena tidak ada pos pengawasan, tidak ada petugas dan sudah tentu tak ada cukai atau pajak.
Jika barang-barang besar seperti gas elpiji gampang diselundupkan apalagi barang kecil tapi sangat mahal, yakni Narkoba.
Lima Besar
Letak geografis yang berbatasan langsung dengan Malaysia serta dekat dengan Filipina menyebabkan Kaltara rawan akan berbagai tindak kejahatan, baik penyelundupan, tebang liar, pencurian ikan serta peredaran senjata api dan narkoba.