Mengenal ENSO, Si Pemicu Cuaca Ekstrem Indonesia
Editor: Makmun Hidayat
JAKARTA — Perubahan pola cuaca dan gangguan musim yang muncul di Indonesia, oleh masyarakat, sering dikaitkan dengan fenomena El Nino dan La Nina. Bahkan masyarakat awam pun seringkali menyebut El Nino sebagai kambing hitam terjadinya panas terik yang terjadi beberapa kali di Indonesia.
Tapi jika ditanyakan secara mendetail, hampir mayoritas masyarakat tidak memahami apa yang dimaksud dengan El Nino dan La Nina ini. Dan bagaimana korelasinya sehingga menimbulkan perubahan cuaca di Indonesia.
Kasubid Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Siswanto, M.Sc menjelaskan bahwa El Nino dan La Nina awalnya merupakan istilah yang berasal dari bahasa Spanyol yang digunakan untuk menyebut aliran arus laut hangat yang mengalir dari utara ke selatan antara Pelabuhan Paita dan Pacasmayo di Peru pada bulan Desember.
Tapi akhirnya dipergunakan secara umum karena fenomena El Nino dan La Nina juga terjadi pada skala global.
“El Nino (dibaca El Ninyo) dan La Nina (dibaca La Ninya) ini sebenarnya merupakan gejala penyimpangan pada suhu permukaan laut Samudera Pasifik,” kata Siswanto di Gedung D BMKG Jakarta Rabu (13/2/2019).
Penyimpangan itu, jelasnya, diikuti dengan perubahan kondisi atmosfer angin pasat di atasnya yang ditandai oleh perubahan tekanan udara dan pola angin di Samudera Pasifik sebelah selatan. Sebagai peristiwa kopel antara laut dan atmosfer itu, gangguan iklim El Nino dan La Nina lalu juga dikenal sebagai ENSO, yaitu El Nino Southern Oscillation.
Para nelayan di perairan Pasifik telah mengenal fenomena ini selama berabad-abad. Setiap tiga sampai tujuh tahun antara bulan Desember dan Januari, biasanya terjadi suatu pola cuaca yang menyimpang yang membuat ikan ikan di perairan tersebut menghilang.