Mitigasi Bencana Berbasis Kearifan Lokal Perlu Dikembangkan
PURWOKERTO — Akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman, Indra Permanajati berpendapat upaya mitigasi berbasis kearifan lokal perlu terus dikembangkan sebagai monitor awal terjadinya bencana alam.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan juga BPBD perlu terus mengembangkan mitigasi berbasis kearifan lokal ini, katanya di Purwokerto, Rabu (20/2/2019).
Indra yang merupakan Dosen Mitigasi Bencana Geologi, Jurusan Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman tersebut mencontohkan kentongan bisa dikembangkan sebagai alat komunikasi nasional sebagai peringatan dini kebencanaan.
“Bahkan, komunikasi ini jika dikelola dengan baik bisa jadi model penanganan bencana di tempat lain bahkan di negara lain,” katanya.
Dia menjelaskan, tradisi kentongan harus digabungkan dengan informasi yang bersifat ilmiah, seperti misalkan bunyi kentongan untuk kondisi waspada, kondisi bahaya ataupun kondisi segera evakuasi.
Bunyi kentongan menurut dia dapat dibedakan dari nada suaranya untuk memperjelas kondisi yang sedang dihadapi.
“Bahkan jika perlu nada suara kentongan masing-masing kondisi dapat diseragamkan secara nasional, dan ini dapat menjadi agenda BNPB dan BPBD” katanya.
Kendati demikian, komunikasi yang berbasis kearifan lokal, kata dia, juga harus didukung dengan kemampuan masyarakat untuk memahami bencana.
“Sehingga masyarakat akan peka kapan harus menggunakan media tersebut dan bagaimana bunyi kentongannya,” katanya.
Bunyi isyarat dengan kentongan, tambah dia, sangat penting terutama untuk masyarakat yang berdomisili dekat dengan lokasi sumber bencana.
“Karena mereka adalah para penjaga bencana dan juga sebagai monitor awal terjadi bencana,” katanya.