Ombudsman Sumbar: Pemecatan Hayati Perlu Dikaji Ulang
Editor: Koko Triarko
PADANG – Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumatra Barat, menyarankan kepada Hayati Syafri, mantan dosen di IAIN Bukittinggi, untuk melapor perihal pemecatannya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), oleh Kementerian Agama RI, dengan alasan melanggar disiplin pegawai.
Plt. Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumatra Barat, Adel Wahidi, mengatakan perihal pemecatan Hayati Syafri memiliki keterkaitan dengan persoalan sanksi yang diterimanya dari pihak IAIN Bukittinggi, tentang menggunakan cadar di lingkungan kampus, karena dinilai melanggar kode etik dosen.
“Pemecatan ini berlandasakan kepada tidak masuk kerjanya Hayati selama 67 hari kerja sepanjang 2017. Ombudsman melihat, pemecatan itu ada keterkaitan dengan sanksi sebelumnya yang diterima oleh Hayati,” katanya, Rabu (27/2/2019).
Adel menjelaskan, keterkaitan dua perihal yang diterima oleh Hayati itu, karena melihat dari rentang waktu antara tahun yang dinilai 67 hari Hayati tidak masuk kerja, dengan tahun Hayati mendapatkan sanski dari IAIN Bukittinggi, terbilang pelik.
Dalam surat pemecatan yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama RI, menyebutkan Hayati tidak masuk kerja selama 67 hari pada 2017, hal itu dinyatakan melanggar disiplin pegawai. Seharusnya, bila Hayati dinilai telah melanggar disiplin pegawai, pada 2018 adalah waktu yang terbilang masuk akal untuk menerima pemecatan dari Kementerian Agama RI, bukan pada 2019 ini.
“Dulu pada 2018, Hayati telah menyampaikan laporannya ke Ombudsman perihal dugaan penyelewengan administrasi oleh pihak IAIN Bukittinggi, yang membuatnya menerima sanksi tidak diberi jam mengajar. Sehingga waktu itu, Ombudsman pun menindaklanjuti laporan itu, dan telah menggandil Hayati beserta pihak kampus, dan hasilnya pun kita peroleh,” ucap Adel.