Pengamat: Industri 4.0 Berpotensi Hadirkan ‘Middleman’ Pertanian
JAKARTA — Pengamat pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa, menilai pemanfaatan revolusi industri 4.0 melalui marketplace untuk mengurangi rantai pasok pertanian justru berpotensi menghadirkan middleman atau pedagang perantara yang mengambil keuntungan petani.
“Persoalan besarnya, seberapa besar petani bisa melakukan ini. Yang ditakutkan nanti ada perantara, dalam arti bukan petani sendiri yang memasarkan produk pertaniannya, melainkan middleman yang akhirnya di marketplace tersebut,” kata Dwi saat dihubungi di Jakarta, Minggu malam (17/2/2019).
Dalam debat capres putaran kedua yang digelar pada Minggu, calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo mencontohkan revolusi industri melalui marketplace atau pasar daring dapat diperkenalkan pada petani agar mengurangi rantai pasok yang mengakibatkan tingginya harga pangan di tingkat konsumen.
Guru Besar IPB tersebut menjelaskan revolusi industri 4.0 memang bermanfaat untuk memangkas rantai pasok dan memungkinkan petani menjual produknya langsung ke konsumen tanpa perantara.
Namun di sisi lain, ia melihat bahwa petani yang memiliki fasilitas internet dan mengakses pasar daring sangatlah kecil atau berkisar 1 persen dari total petani di Indonesia.
Selain itu, proses penjualan produk pertanian secara daring memang selalu ada pihak perantara yang mengumpulkan produk-produk tersebut dari petani kemudian dipasarkan ke konsumen dengan margin yang menguntungkan mereka.
“Justru middleman yang menampung produk-produk petani kemudian memasarkannya lewat online. Itu yang perlu jadi perhatian karena kenyataannya akses petani kecil di on farm terhadap internet masih kecil,” kata Dwi.