Kang Bejo
CERPEN MARWANTO
BEBERAPA bulan lalu, nama Kang Bejo hanya dikenal di pasar burung Karangmanis yang terletak di utara kantor kecamatan. Sebab, Kang Bejo memang penjual burung di pasar tersebut. Selain itu, di kampungnya: desa Karangpatihan.
Sebab, sejak tiga tahun lalu, Kang Bejo adalah anggota BPD (Badan Perwakilan Desa) di desa itu. Meski hanya lulus SMP, Kang Bejo tergolong orang yang pandai menempatkan diri, di manapun ia diposisikan.
Ia selalu bisa membedakan saat bicara pada forum BPD atau ketika menghadapi para pembeli di pasar.
Sejak kecil, oleh kakeknya, Kang Bejo diajari untuk ojo (jangan) dalam tiga hal. Yakni, ojo nggumunan (jangan cepat heran), ojo iren (jangan selalu iri) dan ojo dumeh (jangan sok).
Jadi, meski hanya berpenghasilan rendah, ia tidak iri melihat kelimpahruahan materi orang kaya. Ia juga tidak heran dan kaget mendengar berita-berita yang sering tak masuk akal. Sebab dunia ini memang penuh perubahan.
Sikap iri dan kagetan hanya akan menjadikan kita kehilangan kendali, baik dari segi emosional maupun rasional. Demikian Kang Bejo memahami dan mempraktikkan ajaran kakeknya sampai usianya mengancik kepala empat.
Nah, soal sikap ojo dumeh, Kang Bejo baru pertama kali diuji saat menjadi anggota BPD itu. Mulanya banyak orang yang meragukan Kang Bejo.
“Lihat saja nanti, pasti ia berlagak,” begitu cibir tetangganya. Tapi perkiraan mereka meleset. Meski telah menjadi anggota BPD, Kang Bejo tetap sederhana. Dalam pergaulan, ia tidak menganggap dirinya lebih dari warga lainnya.
Kang Bejo juga masih ke pasar burung dengan sepeda ontel. Di pasar atau di pos ronda Kang Bejo tidak ngomong yang berat-berat yang menunjukkan ia sebagai anggota BPD. Ia lebih banyak mendengar.