Peneliti Berharap Planetarium Jakarta Jadi Pusat Riset
Editor: Koko Triarko
JAKARTA – Sejarah mencatat, perjalanan panjang astronomi modern di Indonesia, dimulai saat dibangunnya observatorium Mohr di Batavia, pada era VOC 1765, milik seorang ilmuwan Belanda, Johann Mauritz Mohr. Perjalanan astronomi berlanjut dengan dibangunnya observatorium kedua. Yaitu, observatorium yang didanai oleh tuan tanah perkebunan teh Malabar, Karel Albert Rudolf Boscha, pada 1923.
“Nama Boscha yang melekat pada observatorium di Lembang adalah suatu penghormatan kepada beliau,” kata Staf Peneliti Planetarium Jakarta, Widya Sawitar, Senin (4/3/2019).

Widya menyebutkan, observatorium yang sekarang dikenal sebagai Planetarium Jakarta mulai dibangun pada 1964, atas prakarsa Presiden Soekarno.
“Peringatan hari ulang tahun setiap 1 Maret ini dimulai sejak pertunjukan Planetarium atau teater bintang dibuka pertama kali untuk umum pada 1 Maret 1969,” urai Widya.
Harapan Widya untuk menjadikan Planetarium Jakarta bermanfaat bagi pembelajaran alam semesta, tentunya membutuhkan dukungan dari semua pihak, terutama dari pemerintah.
“Saat ini, Planetarium Jakarta termasuk dalam program edukasi wisata. Secara rutin, banyak sekolah yang datang untuk menunjukkan kepada murid-muridnya dan sekaligus mendapatkan edukasi. Selain itu, Planetarium Jakarta juga menjadi tempat berkumpulnya komunitas pencinta astronomi,” ujar Widya.
Widya menjelaskan, komunitas pencinta astronomi biasa melakukan peneropongan bersama pada waktu-waktu tertentu. Salah satunya, untuk menyaksikan konjungsi planet atau bulan.