Selandia Baru Tidak Miliki Toleransi untuk Ekstrimisme
Editor: Mahadeva
JAKARTA – Pemerintah Selandia Baru tidak memiliki toleransi untuk kekerasan dan ekstrimisme dalam bentuk apapun.
“Kami merasa seram dan jijik dengan tindakan-tindakan dari penyerang brutal tersebut. Hal ini belum pernah terjadi di negara kami,” kata Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI) Selandia Baru, Roy Ferguson, pada pertemuan dengan para petinggi Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Kantor MUI Pusat, Jakarta, Jumat (22/3/2019).
Aksi terorisme tersebut tidak mewakili Selandia Baru. Karena negara tersebut menjadi salah satu negara yang paling multikultural di dunia. Keberagaman adalah sesuatu yang sangat dihargai. Penembakan jamaah masjid menurutnya, menyalahi nilai-nilai utama Selandia Baru. “Kami adalah sebuah bangsa yang terdiri dari 200 etnis dan 160 bahasa. Kami membuka pintu, tapi sejak kejadian serangan teroris pada Jumat lalu. Pintu ini harus ditutup untuk semua yang memeluk kebencian dan ketakutan,” tegas Roy.
Roy mewakili pemerintah dan masyarakat Selandia Baru, selalu mengenang Haji Daoud al Nabi, Kyai pemuka agama berusia 71 tahun, yang merupakan salah satu pendiri masjid Al Noor di Christchurch. “Beliau dibunuh secara brutal setelah membukakan pintu ke penyerang dengan menyapa Hello Brother. Kita harus menghormati pesan cintanya,” ucap Roy lirih.
Atas serangan terorisme terhadap komunitas muslim, pemerintah Selandia Baru bereaksi dengan cepat dan tegas. Menurutnya, keamanan komunitas muslim di Selandia Baru saat ini menjadi prioritas utama bagi pemerintah Selandia Baru. “Tingkat ancaman teror Selandia Baru naik dari rendah ke tinggi segera setelah serangan. Dan akan tetap di level ini,” ujarnya.