Dinilai tak Berikan Kepastian Hukum, Advokat Gugat UU Tipikor
Editor: Satmoko Budi Santoso
Selain itu, Jenses juga menyebutkan bahwa Pasal 21 UU Tipikor sepanjang frasa “setiap orang” bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Para pemohon menilai penerapan ketentuan dan pengertian “setiap orang” dalam pasal tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum karena tidak memandang siapa orang perorangan yang dimaksud, apakah termasuk seseorang yang berprofesi sebagai advokat sehingga seakan membungkam advokat agar melakukan pembelaan kepada kliennya secara pasif.
“Dengan kata lain, ketentuan terebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum dikarenakan seorang advokat sesungguhnya diberikan kebebasan untuk melakukan pembelaan terhadap kliennya dengan iktikad baik. Tetapi kemudian dibatasi oleh Pasal 21 UU Tipikor tersebut,” jelasnya.
Dalam petitum, para pemohon, memohonkan agar Pasal 21 sepanjang frasa “setiap orang” UU Tipikor bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang frasa “setiap orang” tidak dimaknai dikecualikan bagi seseorang yang berprofesi sebagai advokat yang membela kliennya dengan iktikad baik.
Sementara itu, Hakim Konstitusi, Aswanto, menyebutkan, kedudukan para pemohon pada perkara tersebut belum terlihat kerugian konstitusional yang dialami para advokat atas keberlakuan norma tersebut.
“Perlu bagi para pemohon untuk melakukan elaborasi dengan beberapa putusan terdahulu terkait norma tersebut sehingga lebih memudahkan MK memahami perkara tersebut karena memang masalah konstitusional,” ungkapnya.
Selain itu, Hakim Konstitusi Saldi Isra meminta agar para pemohon memberikan argumentasi terkait masalah konstitusionalitas yang cukup rinci dan berbeda. Mengingat UU Tipikor telah pernah diujikan di MK pada masa-masa sebelumnya.