Kewenangan Penyidikan OJK Diatur dalam UU Bank Indonesia
Editor: Satmoko Budi Santoso
JAKARTA – Ahli Hukum Tata Negara UGM, Zainal Arifin Mochtar, mengatakan, kewenangan penyidikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak lahir begitu saja tanpa sebab.
Akan tetapi, kewenangan tersebut merupakan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI). Tak hanya itu, kewenangan OJK tersebut mengikuti perkembangan zaman.
“UU BI yang mengamanatkan pembentukan lembaga independen untuk mengawasi bank yang ada. Orientasi saat itu adalah BI mengawasi sektor makro dan OJK diarahkan ke sektor mikro,” kata Zainal Arifin Mochtar sebagai Ahli dalam uji materiil UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK di hadapan majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Selasa (23/4/2019).
Zainal Arifin Mochtar juga menyinggung tentang eksistensi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK).
Ia menyebut, sebelum Bapepam LK dibubarkan, lembaga di bawah kementerian keuangan tersebut juga memiliki kewenangan penyidikan dalam ranah jasa keuangan. Akan tetapi, kewenangan Bapepam LK tidak dipermasalahkan sama sekali meskipun sudah menangani banyak perkara.
“Jadi, secara garis besar kewenangan penyidikan OJK ini tak perlu dipermasalahkan. Sebab jika dilihat secara utuh, OJK menggabungkan setengah kewenangan Bapepam LK dan setengah kewenangan BI,” ungkapnya.
Selain itu, Zainal pun menyinggung kewenangan penyidikan ternyata juga dimiliki lembaga lain di luar kepolisian. Misalnya, Kejaksaan yang juga dapat melakukan penyidikan dalam kasus tindak pidana tertentu. Hal ini diatur dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang kejaksaan.
“Begitu juga dengan Komnas HAM yang memiliki kewenangan penyidikan juga. Kewenangan tersebut dimiliki Komnas HAM sebagai bagian turunan dari kewenangannya di bidang pengawasan. Hal ini sekaligus menjawab tentang kewenangan pengawasan dan penyidikan di OJK, yakni pengawasan di sisi lain dapat dimaknai juga sebagai penyidikan,” jelasnya.