Penebusan

CERPEN KIKI SULISTYO

Kadang-kadang Adamir berpikir, mencoba menyusun sebab dan akibat situasi yang dialaminya. Sesungguhnya hidupnya tak begitu sengsara. Penghasilan bapaknya cukup besar.

Lelaki itu bekerja di kota, maka wajar dia jarang pulang. Bila pulang, kadang-kadang lelaki itu membawa mainan, pakaian, atau makanan. Saat-saat di mana Adamir merasakan kehangatan dari lelaki itu.

Bapaknya suka berburu. Masuk hutan untuk menembak burung atau celeng. Untuk dua hewan itu bapaknya bisa berburu sampai berhari-hari. Ketika Adamir dan Rayen beranjak remaja, mereka kadang diajak berburu.

Tetapi Adamir tak pernah turut berperan sebagai pemburu. Dia cuma diminta membawa karung untuk menampung buah-buahan atau hewan yang sudah didapatkan. Berbeda dengan warga lain yang kadang meminjamkan bedil dan mengizinkannya ikut menembak.

“Kalian tunggu di sini. Aku akan masuk lebih dalam. Duduk saja di balik batu itu. Jangan ke mana-mana.”
Lelaki itu mengokang bedilnya. Sebelum beranjak dia berkata pada Adamir, “Jaga adikmu.”

Lelaki itu bergerak cepat memasuki kerimbunan pepohonan. Sosoknya seperti ditelan lautan hijau. Rayen tampak kesal. Dia menyandarkan punggung pada batu besar.

Tak jauh dari tempat itu terdengar gemericik air. Bunyi-bunyi burung sahut menyahut. Juga derik serangga. Beberapa ekor kadal merayap di batang-batang kayu seperti mencari letak sinar matahari. Udara lembab naik dari tanah yang basah.

Adamir melihat sekitar, barangkali ada yang bisa dipungut. Selembar karungnya baru terisi sedikit oleh biji dan buah yang jatuh. Selembar lagi belum terisi apa-apa.

Sementara Rayen mengambil batu-batu kecil di sekitarnya dan melempar-lemparkannya ke sembarang arah. Rasa kesal dan bosan merayap dari otak ke dadanya dan menjalar terus ke tangannya.

Lihat juga...