Penebusan
CERPEN KIKI SULISTYO
Kemarahan naik ke kepalanya, turun ke dada, dan merayap ke tangannya. Diraihnya karung yang berisi buah dan biji, lalu dihantamkan ke adiknya. Rayen berteriak dan menodongkan bedil.
Tapi jarak mereka terlalu dekat. Adamir menerjang. Mereka berdua jatuh, bergulingan di tanah. Adamir lebih kuat. Dia berhasil merebut bedil dan langsung berdiri.
Rayen meraung, lalu bangkit hendak balik menerjang. Adamir mengayunkan popor bedil ke arah Rayen. Anak itu tumbang bagai batang pohon. Tergeletak di tanah, tak bangun lagi.
Adamir terengah-engah. Dia melihat adiknya yang tak juga bergerak. Dari semak-semak terdengar seruan, “Woiii, ada apa?” Suara ranting terinjak-injak memenuhi telinga Adamir.
Dia tak tahu harus bagaimana. Tak berapa lama bapaknya tiba. Lelaki itu menjerit melihat tubuh Rayen berbaring telungkup di tanah. Wajah lelaki itu memerah, “Anak kurang ajar! Kau apakan adikmu, ha?”
Lalu dengan sekuat tenaga dia menerjang. Adamir merasakan rusuknya terhantam sepatu. Dia terjengkang, nyaris tak bisa bernapas. Bedil itu jatuh di dekatnya. Dia lihat bapaknya menghampiri Rayen. Mendekap tubuh muda itu sembari mencoba menyadarkannya.
Adamir teringat semuanya. Bagaimana bapaknya meninggalkan ibunya demi perempuan lain. Bagaimana perempuan lain itu kemudian melahirkan Rayen. Bagaimana Rayen begitu dimanja, seluruh kemauannya pasti dipenuhi. Dan bagaimana semakin lama dia semakin merasa tak lagi memiliki bapak.
Dengan menahan sakit di rusuknya, Adamir berdiri dan mengambil bedil. Dia tatap punggung bapaknya sesaat. Lalu dia berpikir mengarahkan moncong bedil kepada lelaki itu. Dan ia pun, teringat ibunya. ***