Angin Kencang, Petani Watudiran Khawatir Produksi Mete Menurun
Editor: Mahadeva
MAUMERE – Jambu mete merupakan komoditi andalan petani di Desa Watudiran, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka. Selain mete, kemiri juga merupakan salah satu komoditi pertanian yang diandalkan warga setempat.
“Produksi mete memang tidak menentu. Tahun lalu hasilnya menurun drastis karena terjadi angin kencang. Kemiri juga sama, banyak dahan kemiri yang patah akibat angin kencang,” sebut Wilhelmus Werang, petani warga Desa Watudiran, Senin (20/5/2019).
Wilhelmus menyebut, petani di Desa Watudiran lebih banyak menjual hasil pertaniannya kepada pembeli yang datang ke desa. Harga jual otomatis sedikit lebih rendah, dibandingkan dengan menjual langsung di penampung yang ada di Kota Maumere. “Kami tidak jual sekaligus tetapi bila terkumpul sedikit langsung saja dijual. Tahun lalu hasil mete saya cuma terjual Rp1 juta saja. Akibat angin kencang banyak bunga dan buah mente yang masih muda jatuh ke tanah,” ungkapnya.
Wilhelmus memiliki kebun jambu mete seluas satu hektare, di dekat pantai. Biasanya, saat musim panen di Juni hingga Agustus, dirinya bisa mengantongi uang hingga Rp5 juta. “Kalau tidak ada angin dan hujan saat tanaman mete berbunga, maka produksi mete bisa meningkat. Tapi saat ini sudah mulai musim angin kencang, sehingga petani mente dan kemiri pun merasa cemas,” tuturnya.
Untuk hasil kemiri, meskipun hanya memiliki belasan pohon, Wilhelmus mengaku bisa mengantongi uang Rp3 juta untuk masa panen. Bahkan uang yang diperoleh bisa lebih banyak, bila tidak ada angin kencang saat kemiri sedang berbuah. “Hasil pennjualan kemiri lebih baik. Harga jualnya berkisar antara Rp25 ribu hingga Rp27 ribu per-kilogram. Kendalanya jarak kebun dengan rumah cukup jauh, sehingga saya kesulitan mengangkutnya,” terangnya.