MUSIM semi, waktu untukku berbunga. Dan orang-orang akan datang mengagumi diriku. Rumah yang kutinggali selama bertahun-tahun ini sudah banyak menyimpan kenangan akan kebersamaan para penghuninya.
Aku telah lama menyerap ucapan, segala kelakuan manusia yang datang silih berganti bersamaan dengan usia mereka. Beberapa orang meninggal dan lahir yang baru menggantikan si mati.
Bahkan saat tubuhku kering setelah melewati musim panas tahun lalu, aku dapat mendengar musik kuno khas festival yang telah akrab tiba dan meresap ke dalam diriku.
Musik itu dimainkan pada saat malam dan orang-orang beranjak ke pusat festival.
Para penghuni di rumah juga akan pergi. Kecuali Tuan Muda yang jarang menghabiskan waktu di malam hari pada musim panas.
Dia datang ke taman rumah ini untuk menatap diriku. Tuan Muda biasa berteduh di tugurku, membaca atau menulis.
Kadang ia lama membisu dan seolah menghayati peranku sebagai pohon yang selalu menemaninya dari mulai ia kecil hingga sekarang.
Dan bunga-bunga indah di rerantingku ini kupersembahkan khusus untuk Tuan Muda. Gugurnya selalu sama, dan bunganya singkat mekar hanya seminggu. Tuan Muda tampak bahagia tiap kali menyaksikan diriku berbunga.
Dipandanginya diriku, berlama-lama suntuk dalam perenungan. Atau ia duduk di bawah kerindangan bunga-bungaku dan menunjuk ke arah bunga yang mekar.
Saat siang ketika matahari musim semi cerah, Tuan Muda senang duduk-duduk santai sambil mendengarkan angin.
Karena kemegahanku banyak tamu yang berkunjung ke kediaman ini, menengok taman untuk berlama-lama mengagumi dan memuji diriku. Beberapa orang telah aku kenal.
Si pedagang sake dari Fushimi, pelukis kaligrafi asal Nara, dan seorang perempuan yang agaknya merupakan teman yang begitu dikasihi Tuan Muda. Dari yang kudengar perempuan itu berasal dari rumah yang jaraknya dekat kediaman ini.