Jambu Mete, Tumpuan Hidup Masyarakat di Pulau Solor
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
LARANTUKA – Pulau Solor memiliki tanah yang kering dan gersang dengan curah hujan rata-rata berkisar antara 20 sampai 30 hari dalam setahun. Kondisi ini membuat lahan kebun di pulau ini ditanam saat musim hujan saja.
“Biasanya petani hanya menanam sedikit padi dan jagung saja untuk makan. Tanaman perkebunan jambu mete merupakan salah satu komoditi andalan petani di pulau Solor,” sebut kepala desa Bubu Atagamu kecamatan Solor Selatan, Benediktus Basan Djawan, Selasa (14/5/2019).
Dikatakan Benediktus, lahan yang gersang membuat masyarakat, banyak yang memilih menjadi perantau di Kalimantan dan daerah lainnya.
Banyak juga yang lebih memilih bekerja di Malaysia agar bisa membiayai sekolah anak dan membangun rumah.
“Lahan pertanian pun terbatas sehingga hasil pertanian seperti jagung dan padi ladang hanya cukup untuk makan saja. Sisanya bergantung kepada hasil panen jambu mente,” terangnya.
Rata-rata luas lahan pertanian setiap keluarga maksimal setengah hektare saja. Lahan ini berada di Otan, sebuah daerah di wilayah perbukitan di kecamatan Solor Barat. Hampir semua petani di beberapa desa di kecamatan Solor Selatan dan Solor Barat memiliki lahan di sana.
“Hampir semua petani memiliki lahan pertanian di Otan karena daerahnya memiliki tanah yang subur dan rata. Jambu mete di tempat tersebut pun subur. Namun ada juga yang menanam di kebun di dekat kampung tapi jumlahnya tidak banyak,” tuturnya.
Harga jual mete, kata Benediktus, sekilogram berkisar antara Rp10 ribu hingga Rp15 ribu. Rata-rata sekali panen setiap keluarga paling banyak hanya 500 kilogram saja dan setahun hanya sekali panen saja.