Mandi Belimau, Tradisi Bersih Diri di Sungai Jelang Ramadan

“Perlunya ‘balimau kasai’ sebagai pertanda kesucian hati, artinya mertua kedua belah pihak telah sudi menerima menantunya dengan dada terkembang dan tangan terbuka,” tulis Elfiandi pada buku tersebut.

Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, Dr. Junaidi, mengakui, bahwa tidak ada catatan yang sahih kapan masyarakat Melayu Riau mulai melakukan mandi “belimau” yang akhirnya menjadi suatu tradisi.

“Tidak terdeteksi kapan dimulainya, tapi sudah tradisi turun-temurun dari dulu-dulu sudah ada tradisi ‘Belimau’. Kalau di Pekanbaru disebut potang megang, kalau di Kampar disebut potang belimau kasai,” ujarnya.

Dr. Junaidi juga mengakui, tradisi serupa ditemukan di sejumlah daerah di Sumbar, namun keterkaitannya tidak bisa dipastikan. Akan tetapi, tradisi menyucikan diri pasti ada di setiap suku, dan bukan bagian dari ritual keagamaan meski intinya untuk menyucikan diri.

Konon, kata dia, tradisi itu sudah dilaksanakan sebelum Islam masuk ke daerah tersebut. Ketika Islam masuk Sumatera, tradisi itu untuk menyambut Ramadan.

“Substansi atau intinya adalah penyucian. Mandi dengan limau itu kan menyucikan diri. Mengapa ada jeruk, mengapa ada limau, karena dalam tradisi Melayu jeruk itu punya kemampuan untuk pembersihan diri,” lanjut Junaidi yang juga Wakil Rektor I Universitas Lancang Kuning itu.

Beragam
Sejumlah warga dari kalangan orang tua dan anak muda memiliki pandangan yang beragam terkait dengan makna tradisi “Belimau”.

Seorang warga setempat, Wirda Lisna Wirdati (23), mengaku sejak umur 10 tahun selalu mengikuti mandi belimau di lingkungan tempat tinggalnya di Desa Pangkalan Baru Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar.

Lihat juga...