Jamaah Al Muhdhor di Tulungagung Gelar Shalat Id Lebih Awal

Habib Hamid mengatakan, penganut ajaran Al Muhdlor tidak hanya ada di Tulungagung dan sekitarnya. Tapi juga tersebar di sejumlah daerah di Indonesia dan berjejaring hingga di Mesir, Timur Tengah.

“Barometer kami (ajaran Al muhdlor) dari sana (Timur Tengah),” katanya.

Kendati berbeda aliran dalam hal pelaksanaan puasa dan Lebaran, tradisi yang dianut ajaran Al Muhdlor di Tulungagung lekat dengan tradisi Nahdliyyin (NU).

Hal itu sebagaimana diakui Habib Hamid yang menyatakan latar belakang Al Muhdlor berasal dari keluarga Nahdliyyin. Namun memang ada beberapa hal yang membuat mereka tidak selalu sama.

“Perbedaan itu khilafiah, dan itu wajar dan diperbolehkan dalam Islam. Tidak perlu dipertentangkan,” ujarnya.

Jamaah Al Muhdlor yang mengikuti shalat id tidaklah banyak. Jumlahnya hanya puluhan dan mendekati angka seratusan menurut penuturan beberapa warga dan jamaah setempat.

Namun mayoritas bukan warga sekitar, melainkan para pengikut yang datang dari jauh.

“Memang hanya diikuti jamaah yang selama ini menjadi pengikutnya. Kalau masyarakat sekitar kebanyakan tetap shalat Id ikut ketetapan pemerintah,” kata Aisyah, jamaah Al Muhdlor yang rumahnya tak jauh dari pondok Al Khoiriyah, Desa Wates.

Kendati berbeda keyakinan dalam hal penentuan 1 Syawal (Lebaran), Aisyah dan beberapa warga sekitar mengatakan hubungan mereka tetap baik.

Tradisi lebaran juga dilakukan seperti biasa. Banyak warga yang beranjangsana ke Habib Hamid setelah lebaran versi ketetapan pemerintah/ketetapan NU yang menjadi panutan mayoritas muslim di Desa Wates.

“Semua berjalan normal dan tidak ada gesekan. Hubungan kami dengan pihak pondok (Al Muhdlor) baik, demikian juga mereka juga baik ke masyarakat. Habib (Hamid) juga menyempatkan anjangsana ke rumah kami, warga sekitar,” kata Mur, tetangga dekat dan masih kerabat tua Habib Hamid. [Ant]

Lihat juga...