Seniman Indonesia – Asia Kolaborasi Teater Kontemporer di Larantuka
Editor: Koko Triarko
“Dunia baru yang membuka mobilitas atau pergerakan dan keterhubungan-keterhubungan baru, yang juga menerbitkan reaksi penuh kecemasan. Serta rasa takut yang baru atas dunia yang terasa semakin kompleks,” ujarnya, memberi gambaran.
Para seniman, kata Yudi, akan bertukar cerita dan tafsir mereka sebagai para “Peer Gynt” dari perspektif dan konteks sosial-politik mereka masing-masing.
Di dalam proyek ini, naskah Ibsen tidak diperlakukan sebagai dokumen mati, di mana para seniman menghapal dialog dan melafalkannya.
“Naskah Ibsen dibaca sebagai dokumen hidup, sebagai kerangka dramaturgi di dalam membaca situasi-situasi terkini di negara-negara di Asia. Hasil pembacaan ulang dan pantulannya dalam konteks Asia itu yang kemudian akan disusun menjadi sebuah pertunjukan,” paparnya.
Hasil kolaborasi dan pertukaran budaya selama 2 minggu itu dengan judul “Peer Gynts di Larantuka”, tambah Yudi, akan dipentaskandi hadapan publik Flores Timur.Pementasan berlangsung pada 6 Juli 2019, di Taman Kota Larantuka.
“Tahap pertama Multitude of Peer Gynts di Larantuka ini difasilitasi oleh Pemerintah Daerah Flores Timur, dalam hal ini kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Flores Timur, dan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Republik Indonesia,” ungkapnya.
Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, mengatakan, proyek kesenian ini membalik kebiasaan selama ini. Indonesia dibaca dunia dan dikisahkan melalui sudut pandang orang luar.
Dalam kolaborasi ini, jelas Hilmar, justru seniman Indonesia dan Asia membaca perkembangan dunia melalui tafsir ulang sebuah kanon Eropa, Peer Gynt karya Henrik Ibsen.