Audit Pemakaian Obat Kanker Selamatkan Dana JKN

Editor: Koko Triarko

Ketua PERHOMPEDIN DKI JAKARTA, dr. Ronald A. Hukom, SpPD-KHOM, FINASIM –Foto: Ranny Supusepa

JAKARTA – Sistem audit pemakaian obat kanker, mampu mengurangi beban pemerintah. Karena dengan adanya audit ini, akan diketahui apakah pemberian obat belum atau sudah dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Formularium Nasional.

Ketua Organisasi Profesi Perhimpunan  Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia (PERHOMPEDIN), dr. Ronald A. Hukom, Sp.PD-KHOM, FINASIM, menyebutkan, sistem audit pemakaian obat kanker ini bukanlah audit medis. Dan selama lima tahun pelaksanaan JKN, belum pernah sekali pun diadakan audit.

“Sepertinya ada pemahaman dari Kemenkes (Kementerian Kesehatan), bahwa audit yang kami ajukan pada 2017 itu adalah audit medis, Yang merupakan kewenangan dari komite medis dan rumah sakit setempat. Tapi, yang kami ajukan adalah audit pada obat-obat khusus kanker yang dinyatakan memakan biaya besar,” kata dr. Ronald Hokum, pada acara ROICAM7 (7th Role of Internist in Cancer Management) di Jakarta, Jumat (19/7/2019).

Ia menjelaskan, bahwa dalam Formularium Nasional (Fornas) sudah ditentukan penggunaan obat tertentu dan harus diberikan kepada pasien dengan diagnosa seperti apa.

“Inilah yang kami maksud sebagai audit pemakaian obat kanker. Apakah sudah dijalankan sesuai dengan ketentuan atau belum. Contohnya, Trastuzumab. Di dalam Fornas, obat ini adalah untuk kanker payudara stadium 4 atau metastasis. Kami mendapat laporan, kalau obat ini dipergunakan bagi stadium awal. Ini kan salah,” ujarnya.

Fakta di lapangan, menurut dr. Ronald, ada beberapa obat yang diberikan tidak sesuai dengan ketentuan Fornas. Kondisi inilah yang disinyalir sebagai salah satu sumber membengkaknya biaya pengobatan kanker. Misalnya, salah satu rumah sakit di luar Jawa yang mengeluarkan resep obat kanker tertentu, yang jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan yang dikeluarkan oleh RS. Dharmais.

Lihat juga...