Berbagai Cara Petani di Lamsel Siasati Minimnya Air
Editor: Koko Triarko
LAMPUNG – Masa tanam ketiga (MT3) di Desa Pasuruan, Penengahan, Lampung Selatan, bersamaan dengan musim kemarau. Karenanya, para petani desa setempat melakukan berbagai cara untuk menghemat air. Salah satunya, dengan melakukan pengolahan lahan bergilir.
Kitrek, petani setempat mengatakan, pengolahan lahan bergilir bertujuan agar air yang digunakan bisa merata bagi sejumlah lahan sawah. Hal ini karena pengolahan lahan hingga masa tanam membutuhkan air yang cukup banyak.
Selain itu, juga dilakukan pemilihan varietas padi yang lebih toleran terhadap kekeringan sehingga bisa hemat air. Misalnya, padi Ciherang. Selain toleran terhadap kekeringan, varietas padi Ciherang sudah bisa dipanen pada usia 90 hari. Ini berbeda dengan jenis padi lain yang baru bisa dipanen sekitar 120 hari. Masa panen yang pendek, membuat kebutuhan air bisa dihemat.

Menurut Kitrek, penghematan air untuk lahan pertanian sawah dilakukan dengan membuat kolam penampungan. Kolam yang disiapkan kerap berada pada bagian yang dikenal dengan “tulakan air”. Selain sebagai tempat menampung air, tulakan bisa dimanfaatkan sebagai tempat budi daya kangkung air, genjer dan gundo.
“Tulakan fungsinya untuk mendistribusikan air ke sejumlah petak sawah sesuai kebutuhan, namun saat padi tidak terlalu membutuhkan air, maka air masih tetap bisa digunakan untuk menanam sayuran,” ungkap Kitrek, Jumat (19/7/2019).
Fungsi tulakan sebagai cara menghemat air saat kemarau, kerap dimanfaatkan petani untuk menanam sayuran. Suranti, salah satu petani sayuran, mengatakan, tulakan air pada bagian atas sawah bisa dimanfaatkan untuk menyiram sayuran. Jenis sayuran yang ditanam meliputi bayam petik, kangkung, bayam dan sayuran lain. Pemanfaatan air saat kemarau bagi petani sayuran hanya dilakukan saat pagi dan sore hari.