Penerimaan Bantuan Internasional Secara Bebas, Berisiko
Editor: Koko Triarko
JAKARTA – Penanganan darurat bencana di Palu dan sekitarnya, tahun lalu, memberikan pembelajaran, khususnya terkait dengan dukungan multipihak, baik di tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional. Pemerintah secara hati-hati menentukan dan mengizinkan bantuan internasional yang masuk ke wilayah Sulawesi Tengah (Sulteng).
“Pertama, kami belajar pengalaman yang kurang baik sebelumnya, bahwa penerimaan bantuan internasional secara bebas memicu risiko terhadap penanganan darurat yang berlangsung,” kata Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Agus Wibowo, di acara Asia Pacific Regional Conference on Localisation of Aid, di Graha BNPB, Jakarta, Selasa (28/8/2019).
Agus menyebutkan, bantuan yang bebas masuk tersebut sebagai a tsunami of aid. Hal tersebut tidak terjadi pada saat penanganan bencana di Sulteng tahun lalu. Pemerintah Indonesia dengan dukungan AHA Centre, melakukan screening dan pengelolaan bantuan internasional dengan baik, dengan kata lain pelokalan dukungan diterapkan selama penanganan darurat saat itu.
“Pemerintah Indonesia telah belajar, bahwa sistem penerimaan bantuan yang melibatkan pihak internasional yang sudah dibangun mampu untuk merespons krisis. Salah satunya dengan penanganan berjenjang, dimulai dari tingkat administrasi paling bawah sebagai penanggung jawab penanganan bencana, yang kemudian didukung oleh sumber daya nasional, organisasi nonpemerintah maupun mitra internasional,” jelasnya.
Dengan sistem yang dibangun tersebut, lanjut Agus, bantuan internasional yang masuk ke Indonesia sesuai yang dibutuhkan di lapangan. Ini secara langsung berdampak pada bantuan yang kemudian disalurkan melalui organisasi nonpemerintah di dalam negeri.