Sepanjang Sungai Rereiket

CERPEN TJAK S. PARLAN

Laki-laki bertopi rimba itu menggeleng.

“Sudah banyak wartawan yang datang ke kampung kami.”

Laki-laki bertopi rimba itu tersenyum.

“Guru agama?”

Laki-laki bertopi rimba itu tertawa kecil. “Justru saya ke sini untuk belajar agama,” ujarnya kemudian.
Lalu entah mengapa, Abdurrahman pun ikut tertawa. Namun tawanya pendek saja.

Sesaat berikutnya ia meneriakkan sesuatu seraya mengayunkan dayung ke kiri-kanan dengan sigap. Sementara di belakang, Aman Jamini sedang berusaha mengendalikan pompong.

Pompong itu nyaris menabrak bangkai-bangkai kayu yang berserakan tidak keruan. Namun Aman Jamini bisa menguasainya dengan tangkas. Laki-laki bertopi rimba itu pun tampak merasa lega. Ketika ia menoleh ke belakang, orang-orang tampak begitu tenang dan tersenyum kepadanya.

“Tenang saja,” ujar Abdurrahman, “Pompong ini berada di tangan yang tepat. Dia seorang sikerei.”

“Maksudnya?”

“Di belakang, yang pegang kendali itu. Coba perhatikan!”

Laki-laki bertopi rimba itu mengikuti isyarat tubuh Abdurrahman. Ia mengaktifkan sebuah gawai dan mulai mengambil gambar. Pertama-tama ia mencoba mengambil gambar Manai yang duduk tepat di belakangnya.

Lalu Markus, menyusul istri Markus dan anak laki-lakinya yang masih kecil. Selanjutnya ia berhenti cukup lama pada sosok Aman Jamini. Aman Jamini adalah laki-laki berperawakan kecil namun gempal.

Wajah Aman Jamini mengisyaratkan segala keramahan orang-orang dusun yang jauh. Aman Jamini mengenakan luat (ikat kepala) di kepalanya dan menutupi tubuh bagian bawahnya dengan sepotong kabit (celana dalam yang biasa dipakai sikerei terbuat dari kulit kayu pohon tarap/artocarpus).

Lihat juga...