Sumur Bor Dalam Dinilai Paling Tepat Atasi Kekeringan di Gunung Kidul
Editor: Koko Triarko
Tarif itu dinilai jauh lebih murah jika dibandingkan membeli air sebesar Rp150-200.000 per tangki atau sekitar 5.000 liter. Pasalnya dalam sebulan, kini ia mengaku hanya perlu mengeluarkan uang sekitar Rp50.000 untuk kebutuhan konsumsi air bersih.
Salah satu tantangan mengatasi persoalan kekeringan di kabupaten Gunung Kidul dengan memanfaatkan air tanah ini, adalah tidak semua titik wilayah bisa dibor untuk keperluan pembuatan sumur bor dalam. Sebagai contoh adalah wilayah dusun Kaliwuluh, desa Jurang Jero, yang berada tepat di kawasan lereng perbukitan. Meski sumur bor dalam pernah dibangun di dusun ini, namun nyatanya air yang keluar tidak maksimal, cenderung kecil, bahkan akhirnya terhenti.
“Karena sumur bor dalam yang dibangun gagal, sampai saat ini dusun Karangwuluh menjadi satu-satunya dusun di desa Jurang Jero yang masih kesulitan air. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan air bersih setiap musim kemarau, sekitar 500 warga harus mengandalkan dropping air,” ujar Sekretaris Desa Jurang Jero, Aris Wijayadi.
Kendala lain adalah belum maksimalnya pengelolaan PAM Dusun, khususnya terkait distribusi air sumur bor dalam yang telah dibangun. Meski potensi sumber air sumur bor dalam tersebut diperkirakan mampu untuk mencukupi kebutuhan air bersih seluruh warga desa, namun nyatanya hingga kini hal tersebut belum bisa terwujud.
Persoalan itu lebih karena faktor teknis seperti ketidakmampuan pompa menyalurkan air ke dalam bak tampungan yang terletak di atas bukit. Hingga persoalan lemahnya sumber tenaga listrik pompa air saat malam hari, karena menggunakan tenaga surya.
Jika sejumlah persoalan teknis ini bisa diatasi, bukan tidak mungkin keberadaan sumur-sumur bor dalam bantuan Badan Geologi Kementerian ESDM ini bisa menjadi solusi penyediaan air bersih bagi seluruh warga di desa Jurang Jero, bahkan juga di kabupaten Gunung Kidul.