Ilmuwan: Curah Hujan Ekstrem Akan Meningkat di Asia Tenggara
JAKARTA — Para ilmuwan yang menghadiri Asia Pacific Climate Week (APCW) di Bangkok, Thailand, mengingatkan bahwa perubahan iklim akan menimbulkan peningkatan curah hujan ekstrem di kawasan Asia Tenggara dan kondisi itu akan memengaruhi ketahanan pangan regional.
Dalam acara yang bermula 2 September dan akan berakhir 6 September itu, para ilmuwan mengemukakan bahwa peningkatan insiden curah hujan ekstrem akan mengganggu produksi pertanian, yang pada gilirannya akan membawa dampak buruk bagi ketahanan pangan kawasan.
“Dalam skenario pemanasan 1,5 derajat Celsius, Asia Tenggara akan mengalami peningkatan presipitasi sebesar 70 persen. Sementara bila pemanasan global mencapai dua derajat Celsius, akan ada peningkatan 10 persen dalam presipitasi ekstrem,” kata Lourdes V Tibig, penulis utama Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim dan anggota Panel Ahli Teknis Nasional Komisi Perubahan Iklim Filipina, dalam siaran pers APCW yang diterima di Jakarta, Rabu (4/9/2019).
“Hal tersebut akan berdampak besar pada pertanian,” ia menambahkan.
Asia Tenggara merupakan salah satu produsen beras terbesar di dunia setelah India dan China.
Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebutkan pada 2050 hasil panen akan berkurang 25 persen bila penduduk bumi tidak mengatasi isu perubahan iklim sejak sekarang.
“Angka-angka tidak berbohong, diperlukan kolaborasi para ilmuwan di Asia Tenggara untuk mengatasi bersama,” kata Lourdes.
Oleh karena itu, ia mengatakan, kelompok ilmuwan iklim, kehutanan, dan pertanian dari Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam sepakat untuk berkolaborasi dalam penelitian untuk menghadapi peningkatan ancaman perubahan iklim.