Makanan Tradisional Jadi Pilihan Menu Sehat Warga Lamsel
Editor: Koko Triarko
Suharni menyebut, kuliner yang kerap diminati berupa nasi tiwul. Nasi tiwul yang diolah dengan cara dikukus, kerap dimasak bersama beras. Bagi yang belum terbiasa mengonsumsi tiwul, ia menganjurkan mencampur dengan beras dan jagung. Pengurangan mengonsumsi nasi beras sudah terbukti efektif menjaga kesehatan. Sebab, pemilik kadar gula tinggi yang rutin mengonsumsi tiwul mengalami penurunan kadar gula.
Suharni yang menyediakan menu nasi tiwul, bahkan mendapat pesanan tiwul untuk penderita diabetes. Tiwul kering yang diproses mulai dari singkong yang sudah dijemur dijual seharga Rp15.000 per kilogram. Harga tersebut hampir sejajar dengan harga beras padi kualitas medium.
Tren memilih makanan sehat meski berbahan alami, diakui juga oleh Warsa, ketua Dewan Pimpinan Cabang Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (DPC Gapasdap) Bakauheni.
Ia menyebut, pola kerja sejumlah petugas di pelabuhan Bakauheni membuat pola makan ikut berubah. Pilihan kuliner yang beragam dengan tujuan mengenyangkan tanpa memperhitungkan faktor kesehatan, justru kerap menimbulkan obesitas.
“Sebagian pengurus Gapasdap rata-rata sudah berumur, namun sejumlah penyakit yang terjadi akibat makanan membuat kami mulai menjaga pola makan,” tutur Warsa.
Sesuai kesepakatan, dalam sejumlah sajian kuliner, makanan tradisional menjadi pilihan. Jenis kuliner ringan sajian wajib yang dihidangkan di kantor berupa kuliner tradisional, meliputi ubi jalar ungu, jagung manis, pisang kepok rebus. Selain itu, buah segar berupa pisang ambon menjadi pencuci mulut.
Kuliner yang sehat, menurutnya kerap bisa disajikan dengan harga yang efesien. Kuliner yang sebagian besar dimasak dengan cara direbus menurutnya lebih sehat dibandingkan dengan cara digoreng. Kuliner sehat sebagian dipesan dari warga di sekitar pelabuhan yang bekerja sebagai petani.