Merangkai Gunungan, Cara Merayakan Tahun Baru Hijriah di Pelosok Bondowoso

Editor: Mahadeva

BONDOWOSO – Peringatan Tahun Baru Islam, di Bondowoso, Jawa Timur, tidak sekedar dirayakan dengan kultur budaya bernuansakan Arab-Islam, seperti yang marak di kota-kota besar.

Perayaan Tahun Baru Hijriah di Bondowoso, sudah sejak lama menjadi tradisi di masyarakat Islam pedesaan di daerah tersebut. Tradisinya telah berakulturasi dengan tradisi Jawa, yang telah berusia berabad-abad. Seperti yang dilakukan sekumpulan anak muda di pelosok desa di Bondowoso.

Mohammad Afifi, Ketua Padepokan Nyai Surti, yang berbasis di Desa Maskuning Kulon, Kecamatan Pujer, Bondowoso saat ditemui Cendana News, MInggu (1/9/2019) – Foto: Kusbandono.

“Kami sengaja memilih menggelar acara Gunungan Hasil Bumi, karena ini merupakan tradisi yang sudah lama berakar di masyarakat Jawa. Kami ingin turut berperan melestarikan tradisi lama, karena kita prihatin dengan tradisi leluhur, termasuk Jawa yang makin tergerus laju zaman,” ujar Mohammad Afifi, Pengurus Padepokan Nyai Surti, yang menggelar acara peringatan satu Suro bernuansa Jawa kental di Bondowoso, kepada Cendana News, (1/9/2019).

Acara satu Suro digelar Padepokan Nyai Surti di Desa Maskuning Kulon, Kecamatan Pujer. Padepokan Nyai Surti, merupakan sekelompok anak muda yang peduli dengan pelestarian akar budaya leluhur, khususnya di Bondowoso. Budaya yang berkembang merupakan hasil akulturasi budaya Jawa-Madura.

“Peringatan satu Suro merupakan warisan leluhur yang tidak ternilai. Kami prihatin, akhir-akhir ini pemuda banyak yang sudah melupakan akar budayanya. Pemuda jaman sekarang banyak yang lebih tahu bulan-bulan masehi ketimbang hijriah. Karena itu, penting untuk kita melestarikan acara-acara seperti ini,” papar Afifi.

Lihat juga...