Penambangan Pasir Sekitar Krakatau Berpotensi Rusak Ekosistem

Redaktur: ME. Bijo Dirajo

LAMPUNG — Rencana penambangan pasir laut di sekitar Gunung Anak Krakatau (GAK) mendapat penolakan dari sejumlah pihak. Meski belum melakukan ekplorasi, namun keberadaan kapal penyedot sudah meresahkan warga.

Salah satu penolakan datang dari komunitas Peduli Wisata (Pelita) Lampung. Yodistira Nugraha, ketua komunitas menyebut kapal tongkang dilengkapi alat penyedot pasir sudah berada di sekitar GAK.

Keresahan masyarakat diakui Yodis, sapaan akrabnya, cukup beralasan karena bencana tsunami 22 Desember 2018 silam imbas longsornya GAK. Maka dengan adanya upaya penambangan pasir oleh PT Lautan Indonesia Persada (LIP) dikhawatirkan akan merusak kawasan di dekat cagar alam Krakatau.

“Meski sudah mengantongi izin pertambangan dari pemerintah provinsi Lampung, potensi kerusakan bisa terjadi akibat aktivitas pengerukan pasir laut,” sebutnya kepada Cendana News, Rabu (4/9/2019).

Yodis menyebut prihatin adanya izin operasi pertambangan pada kawasan 1000 hektare di dekat kawasan cagar alam Krakatau. Sebab kawasan tersebut memiliki ekosistem yang dikenal sebagai warisan cagar alam dunia dan sebagian kawasan pariwisata. Meski memiliki izin berkode 180003201103 BMPMT Provinsi Lampung Nomor 540/3710/KEP/IL07/2015, namun masyarakat dan pegiat lingkungan berharap izin tersebut dicabut.

“Setidaknya pemerintah bisa melihat dampak kerusakan akibat tsunami di pesisir Lampung yang diakibatkan runtuhnya gunung Anak Krakatau. Dengan adanya penambangan dikhawatirkan potensi longsor berimbas tsunami bisa kembali terjadi,” ungkap Yodistira.

Penolakan dari pegiat lingkungan, masyarakat ditambahkan Yodis berdasarkan potensi kerusakan jika tambang pasir laut tetap dilakukan. Terlebih upaya penyedotan pasir Krakatau sudah sering dilakukan sejak tahun 2009 dengan beragam alasan. Berdalih mitigasi bencana untuk membuka jalur magma, upaya penyedotan pasir Krakatau bahkan berimbas kerusakan lingkungan.

Lihat juga...