Yohana: Perkawinan di Usia Anak Sebabkan Kerugian Negara

Editor: Koko Triarko

JAKARTA – Dari hasil kajian praktis empirik, ditemukan, bahwa perkawinan usia anak berdampak negatif pada beberapa sektor, salah satunya timbulnya kerugian negara. Untuk itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) melakukan berbagai kerja sama lintas sektor untuk memastikan pencegahan perkawinan usia anak. 

Menteri PPPA, Yohana Yembise, menyebutkan, sedikitnya ada lima sektor yang memiliki potensi terdampak dari dilakukannya perkawinan pada usia anak.

“Anak perempuan yang kawin sebelum umur 18 tahun, empat kali lebih rentan tidak dapat menyelesaikan pendidikan menengah atau setara,” kata Yohana, saat ditemui di KemenPPPA Jakarta, Selasa (10/9/2019).

Dari sisi kesehatan, bayi yang dilahirkan berpotensi 1,5 kali lebih besar dapat meninggal sebelum usia 28 hari, dibandingkan ibu yang berusia 20-30 tahun. Dan, komplikasi saat kehamilan dan melahirkan adalah penyebab kematian ke dua terbesar untuk anak perempuan berusia 15-19 tahun.

“Mereka yang menikah di usia anak, juga lebih rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Dan, atas semua dampak itu,  perkawinan usia anak diestimasikan menyebabkan kerugian ekonomi sedikitnya 1,7 persen dari pendapatan kotor negara (PDB),” urai Yohana.

Untuk mencegah perkawinan usia anak ini, Yohana menyebutkan, kementerian yang dipimpinnya melakukan berbagai langkah dan kerja sama lintas sektor.

Menurutnya, berbagai langkah tersebut berbekal keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22 tahun 2017, tertanggal 13 Desember 2018, dan Surat Presiden pada 7 Agustus 2019 terkait penugasan empat menteri untuk membahas RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 1 tahun 1974, tentang Perkawinan, dengan DPR, maka pihaknya sudah menyiapkan satu bundel kajian untuk mendasari pemilihan batas minimum usia perkawinan bagi anak perempuan, yaitu 19 tahun.

Lihat juga...