DPR Baru dan Kualitas Produk Legislasi
OLEH M. IWAN SATRIAWAN
INDONESIA sebagai negara dengan bentuk republik dengan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, maka dalam teori dasarnya yang telah dikemukakan oleh John Locke harus dilakukan pembagian kekuasaan antara eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Hal ini bertujuan selain agar tidak terjadi abuse of power akibat kekuasaan yang menumpuk dalam satu lembaga juga agar memudahkan dalam pelayanan kepada rakyat karena beban tugas yang dibagi antar lembaga negara tersebut.
Berdasarkan hal tersebut maka per 1 Oktober tahun 2019 ini, warga negara Indonesia telah memiliki wakil rakyat di tingkat DPR RI dan DPD hasil dari pemilu serentak legislatif dan eksekutif pada April 2019 yang lalu.
Ada sekitar 575 anggota DPR RI dilantik plus 136 anggota DPD RI yang mewakili provinsi masing-masing, sehingga total ada 711 anggota MPR RI periode 2019-2024.
Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mencatat setidaknya ada 56% dari 575 anggota dewan terpilih periode 2019-2024 merupakan muka lama. Artinya kursi DPR RI periode 2019-2024 masih didominasi muka lama dibandingkan baru.
Sedangkan untuk komposisi kursi ini juga akan berpengaruh dalam pengawasan kebijakan eksekutif di parlemen periode 2019-2024, PDI-P mendapatkan porsi paling besar dengan 128 kursi, Golkar dengan 85 kursi, Gerindra dengan 78 kursi, Nasdem dengan 59 kursi, PKB 58 kursi, Demokrat 54 kursi, PKS 50 kursi, PAN 44 kursi dan terakhir PPP dengan 19 kursi.
Berkaca dengan komposisi tersebut di atas, jika koalisi partai pengusung presiden solid di parlemen maka akan memudahkan Presiden terpilih dalam meloloskan kebijakannya karena presiden Jokowi-K.H Ma’ruf Amin akan didukung oleh sekitar 349 suara berbanding dengan kubu oposisi yang hanya mendapatkan 226 suara.