INDEF: Dampak Perang Dagang AS-Cina Masih Jadi Tantangan Kabinet Baru
Selain dari turunnya permintaan Cina dan isu pengenaan kuota impor, permintaan dari Eropa dan Asia Timur, juga terus menurun akibat pengalihan energi ke gas alam dan terbarukan.
“Tentu Kementerian ESDM dan Perindustrian perlu cermat untuk mulai melakukan sinergi, dengan mencoba untuk mengolah batu bara tersebut di dalam negeri. Saat ini sudah ada peluang gasifikasi, tetapi ke depan perlu ditemukan yang lain,” jelasnya.
Di sektor batu bara ini juga menghadapi dilema mengenai perpanjangan kontrak yang akan berakhir 5 tahun ke depan. Regulasi operasional pascakontrak pun harus jelas.
“Tanpa ini, investasi di sektor tersebut akan hanya berlangsung pada jangka pendek saja,” imbuhnya.
Begitu juga industri besi dan baja yang menghadapi cukup banyak permasalahan saat ini. Padahal, di dalam negeri masih ada peluang untuk ekspor, meskipun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti Krakatau Steel (KRAS), merugi dan terlilit utang akibat melemahnya daya saing serta kekacauan missmanajemen perusahaan.
Sehingga cost of production perlu ditekan, salah satu caranya adalah menggunakan teknologi blast furnance (taur tiup).
Ini sudah dilakukan oleh KRAS, setelah penantian selama 10 tahun. Pekerjaan selanjutnya adalah restrukturisasi utang dan mengelola masuknya besi dan baja impor.
“Banjirnya impor besi dan baja ini perlu dicermati. Di tengah harga besi dan baja mengalami tren penurunan, tidak hanya KRAS. Beberapa industri juga tidak mampu mencapai utilisasi minimum sebesar 70 persen, agar mendapatkan keuntungan,” jelasnya.
Sedangkan untuk industri kayu, pemerintah perlu mendorong agar sertifikasi SVLK hanya di hulu saja. Tujuan SVLK salah satunya adalah agar tidak terjadi illegal logging.