Kemarau Dimanfaatkan Warga Lamsel Awetkan Bahan Pangan
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
LAMPUNG – Kemarau tidak selamanya menjadi bencana melainkan berkah. Kondisi tersebut diakui Rohmanto, petani yang mengolah singkong atau dikenal ubi kayu menjadi gaplek.
Gaplek selanjutnya diubah menjadi gatot, tiwul yang bisa disimpan dalam waktu lama. Teknik pengawetan singkong sebagai kearifan lokal petani menurut Rohmanto berasal dari tanah leluhurnya di Gunung Kidul Yogyakarta.
Petani yang kini menetap di Desa Pasuruan, Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan (Lamsel) itu mengaku kemarau menjadi berkah. Sebab sebagian hasil pertanian bisa lebih cepat kering saat dijemur. Memiliki lahan pertanian singkong, selain dijual dalam kondisi segar ia mengolahnya menjadi gaplek.
Pengawetan bahan pangan tradisional itu menjadi cara bagi petani tidak kesulitan makanan saat kemarau. Meski sejumlah lahan sawah kekeringan, gagal panen ia masih bisa menyimpan stok bahan pangan.
Proses pengawetan singkong sudah dikenal petani efektif meningkatkan daya simpan. Setelah singkong yang dipanen dikupas, penjemuran dilakukan memanfaatkan sinar matahari. Setelah kering singkong bisa disimpan dalam beberapa bentuk.
Kemarau sejak Juni hingga Oktober disebutnya membuat singkong kering sempurna dalam waktu tiga hari. Singkong kering sempurna terlihat tanpa adanya jamur dan mudah dipatahkan, mudah ditumbuk.
“Petani bisa menjadikan singkong kering menjadi gaplek yang selanjutnya diubah menjadi gatot dan butiran tiwul. Bisa bertahan selama setengah tahun bahkan setahun jika disimpan memakai teknik yang benar,” ungkap Rohmanto saat ditemui Cendana News, Rabu (2/10/2019).
Singkong dengan kandungan karbohidrat dan bahan gizi lain bisa dijadikan sebagai pengganti beras padi. Teknik pengolahan dan penyimpanan yang baik di musim kemarau membuat petani tidak khawatir kekurangan bahan makanan.